Friday, May 16, 2008

Lomba Mewarnai

Suara Merdeka tanggal 16 Mei 2008

Lomba Mewarna bagi anak konon untuk mendidik dan mengembangkan kreativitasnya. Ada hal yang menarik saat melihat bentuk kertas lomba. Saya lupa persisnya gambar apa, namun teringat ada ketentuan warna dan ada ketentuan kolom mana yang harus diberi warna. Sekadar ilustrasi, kolom gunung harus diberi warna biru, sawah hijau dan lainnya.

Namun petunjuk orang tua yang mendampingi anaknya bisa berubah jadi intervensi. ”Jangan pakai warna hijau itu, warna hijau ini lebih bagus”. Akibatnya imaginasi sebagian besar peserta lomba hampir dipastikan dipasung sejak dini. Anak tak boleh mewarna gunung coklat walau warna inilah yang ada di imaginasinya (gunung gundul).

Juga tak boleh mewarna sawah dengan warna kuning (menjelang panen padi) karena tak sesuai peraturan lomba. Ada spririt pendidikan yang tak tercapai. Persamaan hak (egaliter) anak untuk mengemukaan pendapat dan kreativitas anak tidak jadi berkembang, karena harus ikut aturan walau jauh dari realita. Belum lagi dominasi (ambisi) orang tua untuk menang dan dapat hadiah.

Anak terjebak peraturan sehingga tidak bisa bebas, mengabaikan pemikiran dan kepuasan batinnya. Semua sepakat, melalui pendidikan ingin SDM berkualitas. Bahwa akhir-akhir ini banyak keluhan terhadap sistem pendidikan, tentu perlu ada evaluasi mendalam.

Apakah selama ini sistem pendidikan bersifat regulator centered, (berpusat pada kepentingan pembuat aturan) atau stakeholder centered (yang berpusat pada kepentingan peserta didik, orang tua dan masyarakat).

Perlu evaluasi jernih apakah UU/regulasi teIah mewakili harapan stakeholder. Kalau belum, tentunya harus dibenahi sehingga harapan terhadap pendidikan dapat terwujud agar tak terjadi ”kasus” seperti lomba mewarnai .

Purnomo Iman Santoso (EI)
Villa Aster II/Blok G/10 Srondol, Semarang

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home