Tahu Bandungan dan Microsoft
Sejak jalan Raya Bergas dibeton, perjalanan Ambarawa-Semarang PP menjadi lebih cepat bila lewat Bandungan. Selain lebih lancar, juga bisa mampir pasar untuk beli buah. Oh ya, selain itu juga beli tahu. Sekian lama, sebagai pelanggan kalau lewat/atau bahkan sengaja ke Bandungan selalu tidak lupa mampir ke tempat penjualan tahu.
Kalau diperhatikan, banyak yang menjajakan tahu dengan merk sama, kemasan pun (hampir) sama semua, bahkan dengan huruf-huruf kanjinya. Pada suatu kesempatan saya berbincang dengan pegawai. Dulu, semua tahu yang dijajakan saya pikir karena kemasan (sekilas) sama, merk juga sama, itu produksi dari satu pabrik.
Dari pegawai mendapat informasi ternyata tidak satu pabrik. Saya singgung masalah banyaknya tahu yang sangat mirip dan dijajakan sepanjang jalan menuju pabriknya. Kalau pelanggan pasti sudah paham. Namun bagi orang dari lain kota, mungkin bisa terkecoh. Tak masalah, anggaplah mungkin harga hampir sama.
Hanya saja, misalnya terjadi perbedaan kualitas, bukankah bisa mempengaruhi pandangan konsumen dan bisa komplain ke tahu merknya. Om Shin, begitu saya panggil pemilik, kebetulan mendengar perbincangan kami, cuma tersenyum bijak, tak komentar. Dia berujar, yang penting (dia) jaga kualitas tahu produknya.
Kelihatan sekali Om Shin berserah saja.Terasa ada semangat berbagi berkat. Malah kalau beli tahu langsung di outletnya, bungkusnya plastik tanpa merk. Mungkin karena produk tahunya disamping telah menafkahi banyak orang/keluarga yang menjadi karyawan, juga menginspirasi lingkungan, menggerakkan masyarakat untuk berkarya dan produktif membuat tahu.
Kilas balik. Awal Mei 2008, Indonesia mendapat kunjungan Bill Gates, orang terkaya di dunia yang sekaligus pemilik raksasa komputer Microsoft. Entah ada kaitan atau tidak, antara menjelang dan sesudah kunjungan, sempat ramai terdengar ada operasi dari pihak berwenang ke kantor-kantor, toko-toko komputer, antara lain untuk memeriksa komputer yang dipakai. Banyak orang awam ikut resah. Waktu itu sempat menangkap informasi kalau komputer harus ”built up”, kalau “jangkrikan” akan kena sanksi hukum, karena ada undang-undangnya. Dendanya mahal, begitu info dari mulut ke mulut.
Kembali ke tahu bandungan. Kearifan pemilik merespon tentang banyak tahu yang mirip dengan produknya itu satu sikap bijak yang harus diacungi jempol. Hanya saja dari sisi lain, yaitu sisi otoritas pemberi izin usaha, semestinya harus ada perlindungan terhadap pemilik merk. Banyak aturan dan perundang-undangan yang mengatur kegiatan usaha. Membuat nama badan hukum, identitas perusahaan tidak boleh sama/mirip dengan yang sudah ada. Biasanya akan diminta diganti untuk dicarikan nama/identitas lain, agar bisa disahkan sesuai ketentuan yang berlaku.
Seharusnya tak sebatas pada saat pendirian. Namun saat sudah berjalan pun perlu ada pengawasan, agar ada perlindungan terhadap pemilik merk yang sudah mengurus dengan mencurahkan tenaga, waktu, biaya, pikiran, dari awalnya. Kalau demi Microsoft saja pihak berwenang menegakkan perundangan yang berlaku, mestinya hal yang sama dilakukan untuk tahu bandungan yang konon mengawali usaha sejak tahun 1970-an. Dan jangan lupa, tahunya seperti sudah menjadi ikon Bandungan. Kalau ingat Bandungan, pasti ingat tahu.
Apa jadinya kalau hal ini dibiarkan lalu dimanfaatkan oleh negara lain. Apa jadinya kalau Tahu Serasi Om Shin tahu-tahu diklaim juga sebagai produk negara serumpun karena namanya juga berbau Melayu. Sehingga saat kedelai mahal, lndonesia bisa dibanjiri tahu merk sama yang sebenarnya impor. Mungkin ini dianggap perandaian yang konyol. Apa sih arti tahu? Demikian pikiran orang pintar. Berlebihan? Tidak. Sepanjang jalan Pringsurat tetap dipenuhi pedagang kelengkeng, meski pohon kelengkeng lokal belum berbuah. Bahkan berbunga pun belum. Kalau dicermati, ternyata berdus-dus kelengkeng Bangkok/impor yang dijajakan sepanjang jalan.
Kalau itu terjadi, tentunya banyak yang dirugikan. Pemilik merk tahu yang asli maupun yang mirip-mirip, hingga pekerja pun akan kena imbas, bila tak ada perlindungan terhadap merk dan karya. Hitung-hitung sebagai persiapan untuk melindungi tahu karya anak bangsa, mengingat tahun 2015 masuk era perdagangan bebas.
lngat Iho banyak tahu beken di Indonesia. Tahu Bah Kacung Kediri, Tahu Murni Tegal. lni baru tahu. Kuliner dan produk lain asli Indonesia yang terkenal masih banyak. Perdagangan bebas tentunya tidak boleh diartikan sebagai perdagangan sebebas-bebasnya. Izin usaha pun tak sepatutnya dimaknai hanya semata sumber pendapatan asli daerah (PAD). Karenanya perlindungan dan pengawasan terhadap merk dan identitas perusahaan/merk, harus jadi perhatian seksama. Juga agar etika tetap terpelihara.
Purnomo Iman Santoso-EI
Villa Aster II Blok G No 10
Srondol, Semarang 50268
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home