Pemerintah atau Bangsa?
“Bangsa Indonesia Tak Ingin Lagi Diskriminasi” yang menjadi headline news di harian ini menyejukkan hati.Dari terhambatnya nation building hingga korupsi,akar masalah tak jauh dari diskriminasi.
Discriminating artinya membeda-bedakan. Dimitoskan menjadi issue SARA, mulanya ditujukan untuk etnik tionghoa.Berawal Issue: Pribumi –nonpribumi, issue Putra daerah-non putra daerah.Menjelang pemilihan presiden ada issue: presiden Jawa-luar Jawa.
Konon perilaku diskriminatif diperkenalkan oleh Gouverneur Generaal Adriaan Valckenier menjabat th 1737-1741.Ia memberlakukan peraturan untuk membatasi gerak,mengawasi hingga orang tionghoa harus berkuncir. Ini awal orang tionghoa dipisahkan dari warga Hindia Belanda.Latar belakangnya,persaingan dagang teh antara pedagang China dengan VOC. Ketentuan diskriminatif bermunculan setelah itu,antara lain :
- Staatsblad No. 1849-25 Tentang Catatan Sipil untuk Golongan Eropa
- Staatsblad No.1917-130 Tentang Catatan Sipil untuk Golongan Timur Tionghoa
- Staatsblad No.1920-751 Tentang Catatan Sipil untuk Golongan Indonesia Asli
beragama Islam
- Staatsblad No. 1933-75 Tentang Catatan Sipil untuk Golongan Indonesia Asli
beragama Kristen
Tgl 17-8-1945 Bangsa Indonesia Merdeka dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.Ironisnya, Pemerintah Indonesia tetap memberlakukan aturan diskriminatif.Ada beberapa aturan dicabut oleh presiden era reformasi,tapi lebih banyak yang masih berlaku.Bukankah penerapan diskriminasi menjadi political will pemerintah? Sepertinya lebih tepat judulnya adalah “Pemerintah Indonesia Tak Ingin Lagi Diskriminasi”.
Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,Semarang 50268
Warga Epistoholik Indonesia
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home