Tuesday, August 03, 2010

Wisma Kasih Bunda Pengabdian yang Terancam Kontrak Rumah

Harian Suara Merdeka tanggal 3 Agustus 2010

Tanggal 22 Juli 2010, Kamis petang saya mendapat pesan pendek/SMS dari Ibu Eta, Wisma Kasih Bunda, wisma yang (awalnya) untuk menangani penderita hydrocephalus. Isinya menanyakan apakah Jumat jam 13.00 ada waktu? Kalau tidak(ada acara) diharap bisa datang ke Wisma Kasih Bunda. Saya jawab: Ada acara apa Bu? ’’Kumpul-kumpul merayakan hari Anak Nasional,’’ jawabnya. Segera terbayang wajah anak-anak ’’kepala besar’’. Saya punya kelemahan, terenyuh melihat anak-anak dengan kondisi karunia khusus seperti itu. Tak kuasa menolak, saya iyakan undangan tersebut.

Hari Jumat saya ke Wisma Kasih Bunda. Tampak keceriaan di wajah sekitar 100 anak yang didampingi ibu/ayah dan para relawan. Tak hanya dihibur dengan badut, sebelumnya ada penjelasan mengenai makanan bergizi yang dibawakan oleh staf Rumah Sakit Elisabeth Semarang.

Selesai acara di wisma, masih ada kegiatan nonton Oriental Circus. Ada Lanjar, anak penderita hydrocephalus yang riang dan bersuara lantang datang jauh-jauh dari Yogyakarta. Ada juga penyandang kelamin ganda dari Temanggung (maaf lupa nama) yang tinggal di wisma sambil bersekolah di SMK Muhamadiah jurusan otomotif. Ada juga si kecil mungil bermata cerdas, berwajah terang bernama Viven (maaf kalau keliru). Viven, sekitar 2 tahun, datang jauh-jauh dari Nias dalam kondisi tak punya anus.

Kesegaran tergambar di wajahnya yang mungil. Selalu lengket dengan para relawan. Konon anak keempat ini diserahkan orang tuanya untuk diasuh suster biarawati. Setelah tujuh bulan, tampaknya sudah bersiap-siap untuk pulang kembali ke Nias,karena kondisinya yang semakin sehat.



Berandai-andai saya berujar, kalau tiba saatnya pulang ke Nias, bukan saja Viven yang bersedih. Para relawan pasti akan sangat berat hati berpisah dengan dia yang luar biasa ini.

Di acara sederhana yang spontan digelar di Wisma Kasih Bunda untuk memeringati Hari Anak Nasional, ada suatu yang dirasakan mengganggu suasana gembira yang sudah tercipta natural. Ini terjadi saat saya berbincang dan mendapat informasi bahwa Wisma Kasih Bunda kontraknya akan habis, tinggal dua bulan lagi.

Kebetulan, 3 bulan lalu, tepatnya 1 Mei 2010, saya hadir pada acara HUT ke-10 Wisma Kasih Bunda yang menghadirkan Andy Noya sebagai pembawa acara dan dihadiri oleh Bapak Gubernur Jawa Tengah.
Pada Kesempatan tersebut Bapak Gubernur dengan tegas menyatakan bahwa pemerintah akan memberikan bantuan rumah pada Wisma Kasih Bunda. Reaksi yang wajar, karena pemerintah pasti sangat berterima kasih terhadap partisipasi tulus Wisma Kasih Bunda.

Dalam kondisi yang akan habis kontrak, tentunya realisasi atas janji pemerintah akan sangat membahagiakan. Tak hanya bagi para relawan yang telah teruji berkarya penuh pengabdian dan tanpa pamrih selama bertahun-tahun. Karya dan pengabdian yang lintas sekat. Mereka (mungkin) lebih pas disebut relawan, bukan pengurus, karena Wisma Kasih Bunda konon bukan badan hukum.

Sekalipun demikian, komitmen para relawan telah melintasi ketaatan pada hukum formal yang sering tampak angker pada yang lemah dan berpihak pada kebenaran semu.Tak terbantahkan, bahwa karya mereka adalah ujud kepatuhan (tak semata pada hukum duniawi namun terlebih) pada ajaran-Nya, ajaran Yang Maha Esa.
Sungguh sangat mulia bila di tengah kesibukannya yang sangat padat Bapak Gubernur Jawa Tengah berkenan mempercepat realisasi rumah singgah untuk Wisma Kasih Bunda. Harus ada terobosan agar tak dibelit belukar aturan rumit birokrasi yang sering diumpamakan terampil menjerat laba-laba, namun tak berdaya pada elang. Karena karya para relawan tak terbantahkan, sudah telanjur dinikmati langsung oleh masyarakat yang membutuhkan.

Ketulusikhlasan, sigap memberi penanganan pertama yang dibutuhkan pasien, justru saat keluarganya dibuat pontang-panting, kebingungan hingga putus asa, untuk memenuhi syarat formal. Wisma Kasih Bunda ibarat surga bagi keluarga dan anak-anak dengan karunia khusus yang membutuhkan penanganan penuh kepedulian dan kasih.
Jangan biarkan surga ini terusik .

Purnomo Iman Santoso-EI
Villa Aster II Blok G 10
Srondol, Semarang 50268