Pelemahan Rupiah
Tanggal 7 Januari 2014, petang hari ditampilan kurs dolar AS terhadap rupiah/IDR di salah satu bank asing, menunjukkan buy Rp 12.090, sell Rp 12.390. Setelah menembus Rp 12.000, sejak 5 September 2013.
Menelusuri sejarah rupiah, kita tidak bisa mengabaikan Oeang Republik Indonesia (ORI) yang berlaku sejak 23 Oktober 1946. ORI menggantikan rupiah Jepang yang berlaku sebagai mata uang di awal Kemerdekaan Negara RI. Di bawah ini sekilas tentang perjalanan rupiah.
Penyesuaian nilai rupiah masa awal kemerdekaan tahun 1946,
6 Maret 1946, Rp 1 Jepang = 3 sen uang NICA yang saat itu dinyatakan sebagai pengganti uang Jepang di daerah yang diduduki sekutu.
23 Oktober 1946, Rp 100 uang Jepang = Rp 1 ORI, berlaku di luar Jawa dan Madura, Rp 50 uang Jepang = Rp 1 ORI, berlaku di Jawa dan Madura.
Penyesuaian nilai rupiah masa orde lama,
19 Maret 1950, sanering pertama (dikenal dengan Gunting Syafrudin).
Tujuan menutup defisit anggaran belanja negara. Diadakan pengguntingan semua uang kertas Javasche Bank dan uang NICA pecahan Rp 5 ke atas digunting. Tujuan menutup defisit anggaran belanja negara.
Diadakan pengguntingan dari semua uang kertas, terkecuali Muntbiljetten dari Rp 1 dan Rp 2,5. Bagian kiri berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari nilai semula sampai 9/8/50 jam 18.00. Sebelah guntingan yang tidak berlaku lagi ditukarkan dengan surat obligasi pemerintah, yaitu obligasi pinjaman darurat 1950 (yang akan dibayar 40 tahun kemudian) dengan bunga 3% per tahun. Sedangkan sebagian simpanan masyarakat dialihkan ke rekening pendaftaran pinjaman negara dengan bunga juga 3% per tahun.
Pada 25 Agustus 1959, sanering kedua.
Tujuan membendung inflasi tinggi.
Uang pecahan Rp 1.000 turun nilai menjadi Rp 100,
Rp 500 turun nilai menjadi Rp 50.
1 dolar AS = Rp 11,4 menjadi 1 dolar AS = Rp 45,
simpanan di bank > Rp 25.000 dibekukan..
13 Des 1965 sanering ketiga.
Tujuan mengatasi makin tingginya inflasi.
Uang pecahan Rp 1.000 menjadi Rp 1.
Sanering adalah kebijaksanaan moneter untuk menyesuaikan daya beli mata uang dengan pemotongan uang dalam pengertian nilai nominalnya maupun bisa juga fisik uangnya. Memasuki orde baru pemerintah mengadakan pembenahan di segala bidang, termasuk bidang ekonomi dan moneter, antara lain dengan mengeluarkan undang-undang berkaitan dengan bidang ekonomi dan moneter. Undang-Undang Pokok Bank Indonesia Tahun 1953 digantikan dengan Undang-Undang Bank Sentral No 13 Tahun 1968. Sistem moneter Indonesia diatur oleh Bank Indonesia yang menurut Undang-Undang Bank Sentral No 13 Tahun 1968 dinamakan Dewan Moneter.
Perkembangan kurs rupiah pada masa orde baru,
Februari 1966 s/d Juli 1971,
sistem moneter yang dianut adalah fixed rate,nilai mata uang rupiah 1 dolar AS = Rp 378.
Pada 23 agustus 1971 devaluasi I
sistem moneter yang dianut adalah fixed rate,1 dolar AS = Rp 378 menjadi 1 dolar AS = Rp 415.
Pada 15 November 1978 devaluasi II.
Sistem moneter yang dianut adalah managed floating rate,
1 dolar AS = Rp 415 menjadi 1 dolar AS = Rp 625.
Devaluasi dilakukan karena struktur APBN yang besar ketergantungannya pada penerimaan dalam valuta asing, adanya inflasi tinggi dan defisit transaksi berjalan karena konsumsi lebih besar dari produksi. Kenop 78 (istilah devaluasi 15 November 1978) dinilai berhasil, ada peningkatan mencolok dari ekspor nonmigas. Hal ini karena pertumbuhan ekonomi dunia yang membaik, dan karena ekspor barang pabrikan dimulai dari dasar terendah.
Pada 30 Maret 1983 devaluasi III.
Sistem moneter yang dianut adalah managed floating rate
1 dolar AS = Rp 625 menjadi 1 dolar AS = Rp 970.
Devaluasi tahun 1983 dinilai tidak membawa pengaruh berarti terhadap ekspor nonmigas.
Tanggal 12 September 1986 devaluasi IV.
Sistem moneter yang dianut adalah managed floating rate
1 dolar AS = Rp 970 menjadi 1 dolar AS = Rp 1.644.
Devaluasi kali ini dilakukan karena merosotnya harga minyak dunia. APBN dihitung berdasarkan harga minyak dunia 25 dolar AS/barrel, tetapi ternyata harga minyak merosot menjadi 11 dolar AS/barrel.
Pada 14 Agustus 1997 sampai sekarang
sistem moneter yang dianut adalah floating rateflexible rate.
1 dolar AS terhadap rupiah dibiarkan fleksibel, ditentukan sendiri oleh kekuatan pasar.
BI melihat frekuensi intervensi yang semakin meningkat dinilai tidak lagi efektif mengendalikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, akhirnya BI melepas kurs intervensi.
Satu dolar AS = Rp 16.500, rekor tertinggi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sepanjang Indonesia merdeka.
Di bawah ini kronologi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS 30/6/1997 - 27/1/1998.
30 Juni 1997 kurs 1 dolar AS = Rp 2.431,
6 Oktober 1997 kurs 1 dolar AS = Rp 3.785,
15 Desember 1997 kurs 1 dolar AS = Rp 5.750,
8 Januari 1998 kurs 1 dolar AS = Rp 10.000.
Pada 26 Januari 1998 kurs 1dolar AS = Rp 16.500,
27 Januari 1998 ( pagi hari)kurs 1 dolar AS = Rp 14.000,
27 Januari 1998 (penutupan)kurs 1 dolar AS = Rp 10.000.
Pada masa reformasi juga ada ”penyesuaian nilai rupiah”.
9 Maret 2012 media menayangkan pernyataan seorang petinggi partai berkuasa, ”kalau ada Rp 1 saja korupsi Hambalang, gantung di Monas.”
Siang, 7 Januari 2014 pada media, setelah sidang pertama kasus suap SKK Migas, tersangka dengan pilu menegaskan: "Tidak Rp 1 pun uang suap dinikmati keluarga".
Pernyataan tersebut benar adanya. Dalam jumpa pers KPK terkait tertangkap tangannya seseorang, ditayangkan penyuapan sering tak lagi menggunakan rupiah. Barang bukti seringkali berupa uang kertas asing.Dolar AS dan Singapura tampaknya lebih disukai. Bisa jadi karena pelaku memang profesional, sehingga berstandar dolar.
Mungkin para pelaku sudah memperhitungkan agar mendapat rupiah lebih banyak dari hasil ”transaksi”-nya. Berpikirnya seperti eksportir, sayang yang ditransaksikan justru berakibat sakitnya perekonomian nasional. Masyarakat harus menanggung biaya tinggi dan melemahkan produk domestik untuk berkompetisi kendati di negeri sendiri. Inilah yang membuat rupiah semakin merosot.
Purnomo Iman Santoso Villa Aster II Blok G No 10 Srondol, Semarang 50268