Saturday, December 18, 2004

Hargai Pahlawan atau "pahlawan"

Hargai PAHLAWAN atau “pahlawan”
Harian “KOMPAS” edisi Jawa Tengah tanggal 18 Desember 2004

Kaget ! setelah membaca artikel Asvi Warman Adam tentang Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden ke 8 bukan ke 6 (Kompas 27/10).Kejadian ini semakin mengukuhkan bahwa pemerintah Indonesia disatu sisi sangat mudah melupakan pahlawannya,namun disisi lain sangat produktif menciptakan “pahlawan” baru. Mandat yang diberikan kepada seluruh lembaga negara adalah untuk memberikan pendidikan terbaik untuk mencerdaskan bangsa.Sayangnya anggaran yang ada bukannya dikelola secara optimal,tapi justru dihambur2kan untuk mencetak buku2 sejarah yang isinya penuh dengan manipulasi informasi. Dilupakannya Mr Sjafrudin Prawiranegara dan Assaat yang pernah jadi presiden ,tidaklah sendirian.Kalau dihapusnya dari sejarah karena beliau dianggap pernah terlibat pemberontakan PRRI rasanya “kesalahan” ini sangat tidak seimbang dengan jasa dan pengabdiannya terhadap bangsa &negara Republik Indonesia. Rasanya hal ini sangat tidak adil. Yakinlah, bukan karena semangat menonjolkan jasa kalau banyak pihak terus mengingatkan bangsa ini,ada pahlawan yang dilupakan.Kedepan,sebagai contoh,bangsa ini harus tidak rela Tjut Nyak Dien, Pattimura, Hasanudin suatu saat dihapus dari sejarah Indonesia hanya gara2 yang berkuasa melihat “kesalahan” rakyat Aceh, Maluku,Sulawesi karena ada yang terlibat pemberontakan Gerakan Aceh Merdeeka(GAM),Republik Maluku Selatan(RMS) ataupun Permesta. Sudah bukan jamannya lagi pola menyamaratakan seperti ini. Saatnya negara diisi negarawan yang mau memelopori untuk menghormati pahlawannya, apapun latar belakangnya. Diberi gelar pahlawan ataupun tidak,mereka sudah terlanjur ikut membidani hingga mengasuh dari lahir ,tumbuh hingga dewasanya NKRI.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati pahlawannya.Ungkapan ini tentunya harus diimplementasikan,jangan sebatas jargon,slogan.Dengan kepentingan sesaat menjadi sangat kreatif dan produktif menciptakan “pahlawan2” baru. Seperti,Pahlawan tanpa tanda jasa untuk menghibur para guru yang kesejahteraannya terabaikan, Pahlawan devisa sebatas pelipur lara bagi para Tenaga Kerja Indonesa(TKI),Tenaga Kerja Wanita(TKW) yang sering diperlakukan se-mena2 didalam maupun diluar negri tanpa pemerintah bisa melindungi.Yang terkini Pahlawan Pembangunan untuk para pemudik, walaupun setiap tahun mereka tetap diperas calo sampai pemalak ditengah ritual pengamanan lebaran yang selalu digelar dengan apiknya. Pahlawan adalah sosok yang dihormati.Namun dihormatikah para TKI,TKW,Pemudik ataupun para guru kita ?Kenyataannya,bahkan seorang bupati bisa mengucapkan kata2 kasar kepada guru.Kalau sudah begini, bagaimana ?
*)Kompas 27-10-2004 ,karya Asvi Warman Adam

Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10
Srondol,Semarang 50268
----------------------------

Thursday, December 16, 2004

Artikel dan Promosi

Artikel dan Promosi
Harian “SUARA MERDEKA” , 16 Desember 2004

Sahabat saya seorang guru bahasa inggris SMK di Gombong yang ber wawasan maju, beberapa kali jadi juri dilomba debat bahasa inggris SMK di tingkat provinsi –jateng.Berbicara soal promosi di PNS Guru dia menyatakan syaratnya harus membuat 1 karya ilmiah atau 6 artikel di surat kabar.
Menurut saya,persyaratan ini bisa menjadi bottle neck.Sebenarnya banyak orang yang mampu menulis artikel.Namun sejujurnya saja, kolom artikel umumnya terbatas.Belum lagi masih harus berkompetisi dengan para penulis senior berkualitas yang tulisannya sudah akrab dengan redaksi.Kita lihat maksimal hanya 2 artikel dalam setiap penerbitan .Melihat kondisi seperti ini,apakah Depdiknas tidak perlu membuat langkah terobosan untuk bisa menyerap potensi guru agar mendapat kesempatan luas tanpa mengabaikan kualitas dan dapat mengatasi hambatan tersebut.Dengam demikian potensi yang ada tidak menjadi seperti ungkapan layu sebelum berkembang,ataupun ibarat pungguk merindukan bulan.Sebagai alternatif artikel, bisa dipertimbangkan dalam bentuk Surat Pembaca.Hanya saja topiknya yang perlu ditentukan tetap dalam issue pendidikan.Saya pernah baca surat pembaca berjudul “Guru Kemarin,Kini dan Mendatang” yang ditulis Drs Sarjono –FBS Univ Negeri Yogyakarta di Suara Merdeka beberapa waktu yang lalu.Walau bukan pakar, saya merasakan tulisan tersebut berbobot.Saya memberi apresiasi bukan karena referensinya yang kelewat ‘tinggi” namun surat tersebut mudah dicerna siapa saja dan sangat menyentuh.Kalau artikel, hanya orang dengan latar belakang khusus dan terbatas yang bisa memahaminya.Surat pembaca, pola penyampaian informasi dengan bahasa singkat,padat dengan referensi dan contoh yang sangat praktis informatif dan “membumi”.Saya pikir permasalahan pendidikan akan lebih mudah terpotret banyak pihak dengan lebih jelas-jernih.Semakin banyak orang yang memahami akan semakin banyak pula yang urun rembug dan jalan keluarpun diharapkan lebih akurat serta dapat diperoleh segera.Tanpa perlu harus pakai seminar yang hanya menjadi ritual rutin untuk memboroskan anggaran dan hasilnya formalitas diatas kertas yang No Action Talking Only. Walau “hanya”Surat Pembaca,namun juga ada tantangannya.Sekedar Saran.


Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II G No. 10
Srondol,Semarang 50268
-----------------------

Wednesday, December 15, 2004

Parcel atau Upeti

Parcel atau Upeti
Harian “SUARA MERDEKA” 15 Desember 2004

Komisi Pemberantasan Korupsi melarang pemberian parcel untuk pejabat .Menilik artinya , parcel sebenarnya lebih merupakan sarana untuk mengungkapkan simpati , kekeluargaan ,persahabatan ,hubungan yang bersifat tidak sesaat.Nilainya tidak harus mahal namun penuh makna.Pesan ketulusan pengirim tersirat dan tertangkap si penerima, ini mungkin filosofi parcel. Hanya saja dalam perkembangannya barangkali terjadi banyak penyimpangan dari arti maupun filosofi. Entah karena masih dalam pemahaman yang terlalu feodal, seringkali ada anggota masyarakat , merasa wajib mengirim parcel agar dikenal sang pejabat. Modus operandi seperti inilah yang menyebabkan penyimpangan makna parcel karena sudah ada tujuan khusus,entah pamrih , kepentingan ataupun multi makna yang seringkali jauh dari semangat ketulusan.Kebiasaan yang menyimpang namun nikmat bagi sang pejabat ini “direstui” dengan memberikan respon khusus bagi para pengirim parcel. Bagi pengirim, parcel diberikan pada siapa saja karena ketulusan itu tidak ada kaitan dengan pangkat,jabatan maupun posisi. Bagi atasan yang menerima jangan dilihat dari nilainya.Karena berpotensi akan terjadi pilih dan pilah dalam memberikan perhatian.Itupun masih akan dibuat rating siapa kirim “parcel” paling mahal yang akan menduduki tangga teratas prioritas dibanding yang “biasa”2 saja. Apalagi yang tidak kirim parcel , “Emangnye Gue pikirin”.Hati2! penggunaan parcel yang tidak semestinya bisa berbahaya bagi kesehatan.Bukan karena kadaluwarsa.Karena parcel, bukan tidak mungkin dapat memberi kontribusi “post power syndrom”.Semangat hidup menguap,kreativitas macet dan menjadi sakit2an,gara2 terbentuk pemahaman,parcel salah satu accesoris kekuasaan.Sehingga pasca tidak menjabat menjadi semakin menderita karena tidak ada lagi parcel yang beranjangsana walaupun sudah open house.. Jadi yang penting pemahaman parcel pada semua pihak yang menggunakannya sebagai sarana komunikasi. Sepanjang masih sesuai makna dan filosofinya, parcel tidak perlu dilarang karena semangat awalnya bukanlah upeti.

Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II G No. 10
Srondol,Semarang
------------------------

Thursday, December 09, 2004

Bhineka Tunggal Ika dan Sepakbola

Bhineka Tunggal Ika dan Sepakbola
Harian “KOMPAS” 09 Desember 2004

Menyaksikan pertandingan Pra Piala Dunia antara Belanda vs Finlandia ,terbersit suatu angan-angan kapan kesebelasan Indonesia berjaya kembali seperti dimasa lalu.Di era The San Liong cs PSSI pernah dikenal sebagai salah satu macan asia. Waktu itu Kwee Kiat Sek ,The San Liong , Ramang ..... menjadi team tangguh membela nama Indonesia tanpa hambatan psikologis seperti yang dikembangkan oleh pemerintah (yang masih berlaku sampai sekarang) berupa... aku asli-kau keturunan.....Kita lihat kesebelasan negara bekas penjajah kita ,Belanda . Mereka disegani tidak hanya di Eropa namun bahkan di Dunia karena Ruud Guliit , Frank Rijkaard tidak diperlakukan sebagai warga keturunan, apalagi diberi stigma.Merekapun dapat bermain lepas dan menyatu sebagai trio bintang dengan Marco van Basten.Saat ini ada Edgar Davis-Captain Kesebelasan Belanda ,Clerence Serdof,Pierre van Hooijdonk membentuk kesebelasan tangguh bersama Ruud van Nistelroy,Roy Mackay, Van der Saar. Tampaknya kehidupan sosial yang sehat tanpa diskriminasi diperlukan untuk mendorong tumbuhnya bintang-bintang sepakbola dan olahraga klas dunia .Siapapun pemain berbakat dapat pengembangan lebih lanjut tanpa terjebak issue2 putra daerah atau bukan ,pendatang non pendatang atau bahkan punya SBKRI atau tidak.Pertandingan menjadi ajang adu ketrampilan dan sportivitas, dan para orang tua tidak khawatir karena anaknya termasuk kategori keturunan apalagi bermata sipit akan menjadi bulan2an dilapangan bola.Agar suasana sosial yang sehat seperti masa lalu bisa tumbuh kembali sudah saatnya pemerintah mencabut -SE No SE-06/Pres-Kab/6/1967 Kabinet presidium*) dan juga banyak ketentuan diskriminatif lain.
Dimasa sebelum ketentuan ini muncul kehidupan sosial terasa lebih sehat ,jadi dicabutnya ketentuan ini saya yakin akan berdampak positif.Karena seleksi dan partisipasi sehat seluruh WNI dapat menghasilkan kehidupan masyarakat dengan tingkat sportivitas tinggi.Tanpa diskriminasi ,seluruh potensi anak negeri tanpa kecuali akan tergali dan terwadahi demi kejayaan negeri.Bukan tidak mungkin PSSI akan terdiri dari “Kwik Kian Gie”,” Lie Che Wei” disamping Boas Salossa ,Ilham Jayakesuma,Ponaryo Astaman kembali menjadi Macan Asia.Sebagai realisasi dari motto: Diskriminasi No,Kesetiakawanan Yes! yang merupakan hadiah terindah untuk seluruh bangsa Indonesia .Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak perlu ragu mencabut ketentuan tersebut sekaligus sebagai pewujudan Sumpah Pemuda. Belanda yang menciptakan diskriminasi diIndonesia saja sudah tidak memberlakukan lagi.Apalagi Ketentuan diatas lahir karena pemerintah waktu itu terlalu berlebihan menjamu Amerika dan rela mencabut paksa salah satu unsur Bhineka Tunggal Ika.

Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II G No. 10
Srondol,Semarang
----------------------------