Friday, July 29, 2005

Mohon Dikoreksi

Mohon Dikoreksi
Harian “KOMPAS” edisi Jawa Tengah tanggal 29 Juli 2005

Terima kasih atas pemuatan surat pembaca di harian Kompas edisi Jateng tgl 26-Juli-2005 dengan judul “Utamakan Integritas” yang saya kirim ke redaksi tanggal 31-12-2004 ,dengan judul asli “Integritas atau Profesionalitas”. Namun untuk surat pembaca tersebut dirasakan ada bagian yang tidak sesuai dengan yang saya maksudkan yaitu pada alinea 3 pada kalimat: “ Profesionalkah pengelola bank pemerintah ? saya kira tidak”

Aslinya adalah*) :
“Kita lihat institusi perbankan sebagai lembagai kepercayaan. Di Era Krismon Bank swasta identik dengan BBKU,BBO ,Bank rusak yang harus masuk “bengkel BPPN” hingga Likwidasi.Kalau bank pemerintah ? hanya kena imbas krismon.BBKU,BBO,Likwidasi tidak ada itu.Hanya perlu Merger. Bankir swasta tidak se profesional bankir pemerintah, demikian opini yang dibentuk. Walaupun perbankan nasional telah berkali-kali ambruk dari era 1970 ,era krismon 1998, kasus perbankan terus bermunculan.Kasus Bank Duta,Bapindo hingga terkini Kasus BNI yang belum tuntas ternyata masih belum cukup.Kasus Bank Global dan Bank Persyarikatan Indonesia sepertinya tidak sabar menunggu untuk kejar tayang.Tidak profesionalkah para bankir pengelola bank2 tersebut ? Saya pikir tidak.Opini2 yang dibentuk sudah menunjukkan bahwa itu kreasi orang profesional.”
Kalimat itu mengandung pengertian yang berbeda – seolah saya memojokkan bank pemerintah, untuk menghindarkan salah tafsir dan kesan “tidak nyambung” pada surat pembaca yang dimuat ,dan protes akibat adanya pemahaman yang yang keluar dari apa yang saya maksudkan di surat pembaca secara keseluruhan, mohon bantuan redaksi untuk bisa mengkoreksi editing dan menyesuaikan sesuai surat asli.

*)Aslinya adalah-lengkap:

Integritas atau Profesionalitas
Kita lihat institusi perbankan sebagai lembagai kepercayaan. Di Era Krismon Bank swasta identik dengan BBKU,BBO ,Bank rusak yang harus masuk “bengkel BPPN” hingga Likwidasi.Kalau bank pemerintah ? hanya kena imbas krismon.BBKU,BBO,Likwidasi tidak ada itu.Hanya perlu Merger. Bankir swasta tidak se profesional bankir pemerintah, demikian opini yang dibentuk. Walaupun perbankan nasional telah berkali-kali ambruk dari era 1970 ,era krismon 1998, kasus perbankan terus bermunculan.Kasus Bank Duta,Bapindo hingga terkini Kasus BNI yang belum tuntas ternyata masih belum cukup.Kasus Bank Global dan Bank Persyarikatan Indonesia sepertinya tidak sabar menunggu untuk kejar tayang.Tidak profesionalkah para bankir pengelola bank2 tersebut ? Saya pikir tidak.Opini2 yang dibentuk sudah menunjukkan bahwa itu kreasi orang profesional.Dari Top Management hingga Satpam adalah orang2 yang sangat profesional.Top Management sudah di Fit and proper test oleh Bank Indonesia. Bagaimana dengan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter tertinggi sekaligus pengawas perbankan?Terlalu gegabah kalau kita berani mengatakan para beliau kita di BI tidak Profesional.Bisa dituntut habis dengan aneka pasal dan aneka undang-undang. Karena apa ? para petinggi BI itu sudah di Fit and Proper test oleh para wakil rakyat di DPR.Tidak main-main bukan?namun kenapa kasus-kasus perbankan terus bermunculan? Walau kita dibuat panas dingin namun kepala harus tetap berpikir jernih.Kalau kita mau cermati penyebabnya adalah justru di profesionalisme itu sendiri. Harus Profesional ! Kata bertuah yang selalu dikumandangkan untuk menjadikan layak jual diri maupun jual institusi .Hebatnya, profesionalisme telah menjadi ideologi disegala bidang .Tidak jarang Profesionalisme menjadi satu-satunya hal yang selalu ditekankan dan didewakan dari banyak hal prioritas yang sebenarnya dan seharusnya perlu untuk pengembangan diri maupun karier. Apa yang ditanam,itu yang dipanen.Hasilnya kita panen profesional-profesional dari yang belia ,muda ,dewasa hingga tua di semua lini profesi maupun karier. Kedepan perlu evaluasi tentang prioritas profesionalisme yang sudah mewabah hingga berkesan latah.Sering orang begitu fasih mengucapkan walau tidak paham arti sehingga menyimpang dari maknanya.Professional artinya Ahli.Profesionalisme OK, tapi ada yang lebih penting yaitu Integritas-Integrity.Integrity artinya kejujuran.Hanya profesionalitas orang akan piawai berdalih dengan aturan2 yang memang telah sangat dikuasainya.Profesionalitas tanpa integritas hanya akan mengabaikan etika yang sudah merupakan prinsip-prinsip universal yang sudah baku .Di Bisnis ada etika bisnis,di profesional ada etika profesi untuk bankir ada Etika Bankir Indonesia.Bahkan olahragawanpun harus punya integritas yang disebut sportifitas kalau ingin bisa berkompetisi dan menjadi juara sejati. Mengandalkan profesionalisme semata hanya akan melahirkan maling2-penipu2 profesional.(Semarang ,31-12-2004)

Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,
Semarang 50268
Warga Epistoholik Indonesia
---------------------------------

Tuesday, July 26, 2005

Utamakan Integritas

Utamakan Integritas
Harian “KOMPAS” edisi Jawa Tengah tanggal 26 Juli 2005

Kita melihat perbankan sebagai lembagai kepercayaan. Di Era Krismon Bank swasta identik dengan lembaga keuangan yang rusak sehingga harus masuk “bengkel BPPN” hingga Likwidasi.Kalau bank pemerintah ? hanya kena imbas krismon.Tak perlu ada Likwidasi,cuma perlu Merger. Bankir swasta tidak se profesional bankir pemerintah, demikian opini yang dibentuk. Walaupun perbankan nasional telah berkali-kali ambruk kasus perbankan bermunculan.Kasus Bank Duta,Bapindo hingga terkini Kasus BNI yang belum tuntas ternyata masih belum cukup. Profesionalkah pengelola bank pemerintah? Saya kira tidak.Padahal ,mereka sudah diuji kelayakan dan kepatutan oleh Bank Indonesia. Bagaimana dengan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter tertinggi dan pengawas perbankan?Gegabah kalau kita mengatakan mereka tidak Profesional.Bisa dituntut habis kita. Karena para petinggi BI itu diuji kelayakan dan kepatutan pula oleh wakil rakyat di DPR.Tidak main-main bukan?namun kenapa kasus-kasus perbankan terus bermunculan? Kata bertuah yang selalu dikumandangkan. Profesionalisme menjadi ideologi disemua bidang .Tak jarang Profesionalisme menjadi satu-satunya yang selalu ditekankan dan didewakan dari banyak hal prioritas. Hasilnya kita panen orang profesional. Kedepan perlu evaluasi tentang prioritas profesionalisme yang mewabah ini. Profesionalisme OK, yang lebih penting adalah Integritas.Integrity artinya kejujuran.


Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10
Srondol,Semarang 50268
----------------------------

Thursday, July 21, 2005

Partai EI

Partai EI
Harian “KOMPAS” edisi Jawa Tengah tanggal 21 Juli 2005

Tanggal 27-Januari-2005 dideklarasikan sebagai hari Epistoholik Indonesia(EI oleh Bambang Haryanto.Untuk langkah maju lagi, sudah saatnya komunitas EI semakin mempertegas kehadirannya agar tidak dituduh sebagai Organisasi Tanpa Bentuk dengan mendirikan Partai Epistoholik Indonesia(EI).
Dalam imaginasi saya Partai EI di kategorikan partai modern.Benar2 tidak mengandalkan figur,tokoh kharismatik, strong leader ataupun sejenisnya.Sang deklarator saja tidak menyebut dirinya sebagai Ketua Umum namun hanyalah sebagai penggagas dan penggerak.Partai EI mempunyai komitment kuat sebagai partai oposisi sepanjang masa. Dengan niat tulus tidak ikut memboroskan duit rakyat, Partai EI tidak perlu daftar untuk diverifikasi Komisi pemilihan Umum(KPU).Tak perlu ikut pemilu.Pemerintah tidak perlu pusing menghitung anggaran kampanye,karena Partai EI sama dengan lembaga swadaya masyarakaat yang Tidak dibiayai pemerintah dan tidak juga dibiayai asing , namun dibiayai sendiri oleh warga EI dengan perangko@ Rp. 1.500,--per surat pembaca yang dikirim ke media dalam rangka mewujudkan fungsinya dengan melakukan check and balance. Masa kampanye atau tidak, pemerintah dan presiden boleh silih berganti, motto partai EI adalah Episto Ergo Sum=saya menulis surat pembaca karena saya ada .
Platformnya Partai EI mendukung hal yang bersifat pro saling mencerdaskan , kejernihan, kreativitas dan semangat pantang menyerah.Sebaliknya Waspada bahaya latent pembodohan, monopoli interpretasi, tidak mendukung keloyoan dan anti budaya menjiplak. Cita citanya2 adalah mengajak sebanyak mungkin Warga Negara Indonesia untuk menulis.


Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II G No. 10,Srondol,
Semarang 50268
--------------------------------

Tuesday, July 19, 2005

Etnis Cina ?

Etnis China ?
Harian “KOMPAS” edisi Jawa Tengah tanggal 19 Juli 2005

Dalam hal Nasionalisme dan patriotisme“warga negara indonesia beretnis china” sebenarnya tak sebatas sebagai supporter sepakbola .Suka tidak suka ternyata “wni beretnis china” sudah terlanjur terlibat sejak embrio, ikut membidani saat lahir,mengasuh saat tumbuh hingga dewasanya Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI). Bahwa dalam sejarah tak disebut dan generasi muda tidak tahu hal ini, saya kira itu urusan ke negarawan an pemimpin.Yang pasti dalam dokumen penting negara pasti tidak bisa diingkari.
Akan tetapi tepatkah sebutan “WNI beretnis china”?Kehadirannya dibumi pertiwi ini sejak dahulu kala .Konon nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan daratan china nun jauh diseberang lautan sana.Sehingga kita bangga lagu “nenek moyangku ,seorang pelaut....”.Beranak pinak ada yang menjadi etnik tionghoa (tiongkok hoakiauw), suatu etnik yang telah disepakati founding father NKRI untuk masuk dalam semboyan BhinekaTunggalIka.
Tionghoa adalah Etnis=suku bangsa(ethnic), China adalah bangsa (nation).
Sebenarnya etnik tionghoa merumput sudah sejak di stadion Ikada, stadion Senayan dan banyak stadion dipelosok Nusantara . Sejak era Tan Liong Hauw, Kwee Kiat Sek,The San Liong yang berlanjut ke era Surya Lesmana (Persebaya-Persija),Budi Tanoto-Wahyu Tanoto(Persija), Yoseph Wijaya (PSM) dan masih banyak lagi.Namun perannya disamarkan karena adanya peraturan Ganti Nama. Beruntung Tan Tjeng Bok,Kwik Kian Gie,Liem Swie King,Liem Siauw Bok,Yap Thiam Hien misalnya ,tak ganti nama.Jika (semua) orang Tionghoa berganti nama dan ada monopoli interpretasi (yang dikembangkan) dari penguasa, tuntas kesimpulan tak terbantahkan (di masyarakat) bahwa selain Liem Sioe Liong (yang konglomerat) dan Edi Tansil (yang pembobol Bapindo), seolah “warga negara indonesia beretnis china” tidak berkiprah dibidang lain . Di Era dimana tidak populer lagi pemikiran diskriminatif ,Ibu Pertiwi tentu akan bersedih apabila sumbangsih salah satu anak negri di nisbi kan hanya untuk suatu kepentingan sesaat .

*)Sekedar masukkan untuk Mayor Haristanto,Jl Kol Sugiono 37,Solo,Surat pembaca Kompas 5-2-2005 “Supporter yang membanggakan”
“Sebagai warga Solo yang hadir kesana ,saya menangkap aroma yang membanggakan sekaligus mengagetkan.Mereka adalah warga negara indonesia beretnis china yang sangat mencintai tanah kelahirannya Indonesia!”


Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,
Semarang 50268
--------------------------------------------



Note :
-Ditengah simpang siur istilah Cina-Tionghoa,Pribumi-Non Pribumi,Keturunan-Asli,”WNI”.
-Pemberian stigma untuk orang tionghoa sebagai eksklusif,tidak membaur hingga binatang ekonomi
-Aneka aturan diskriminatif
Semua diatas saya yakini sangat jauh dari semangat Nation Building yang dibutuhkan oleh sebuah bangsa, sangat bertentangan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika dan penuh dengan semangat untuk pengingkaran kodrat dan pemupukkan sentimen ras.Belum lagi manipulasi sejarah secara sistematis yang membuat generasi muda cenderung cenderung hanyut dalam monopoli interpretasi yang menyesatkan dan tidak fair.

Sebagai awam saya meluncurkan istilah baru – rekaan sendiri, yaitu Tiongkok-Hoakiauw untuk istilah Tionghoa.Ini untuk melengkapi kesimpang siuran istilah diatas namun dengan tujuan berbeda.Kalau kesimpang siuran,stigma dll diera orba ditunjukkan kuat dengan semangat diskriminasi,kambing hitam dan menciptakan jurang lebar diantara anak bangsa agar ada pihak yang bisa dimanfaatkan sebagai sapi perah, maka “peluncuran” istilah baru Tiongkok Hoakiauw – untuk istilah Tionghoa lebih dengan semangat sebaliknya.Yaitu semangat persatuan,menghargai perbedaan, mengembalikan keberadaan orang tionghoa di indonesia sebagai bagian dari anak bangsa dengan segala kontribusi,kelebihan dan kekurangannya seperti halnya layaknya umat manusia pada umumnya.Toh kebersamaan sebenarnya sudah ada sejak dulu namun dikoyak oleh dan untuk kepentingan penjajah.Intinya untuk semangat Nation Building dan positif,boleh kan saya ciptakan istilah baru ?

Dibawah ini beberapa cuplikan tulisan yang menunjukkan kesimpang-siuaran ,pendapat,opini dll:
ANTARA ZUGUO,HUAQIAO,dan”KETURUNAN” , TEMPO 11-8-1990
“Sebagian besar etnis China dikawasan Asteng sudah menjadi warga negara lokal,kecuali sejumlah orang yang resminya masih berstatus warga negara RRC-termasuk sekitar 300 ribu yang berdiam di indonesia.
Mengikuti pendapat ini,istilah huaqiao hanyalah diterapkan pada orang cina yang berdiam diluar negri dan masih mempertahankan kewargaan cinanya.Sedangkan untuk cina lokal ada yang mengusulkan istilah Huayi (etnis cina) atau huaren(orang cina)....
Ada yang menggunakan istilah “Keturunan” atau istilah salah kaprah “WNI”


BUKAN CINA MELAINKAN TIONGHOA ,Suara Merdeka tgl 18-9-1998,Budi H Halim Jl.Dr Cipto 48,Smg
“1.Istilah cina diambil dari kata Cina pada dinasti Cin yang diturunkan Kaisar Cin She Huang pada zaman Can Woo dst........ (293-243 SM)
Untuk melanggengkan kekuasaan ,kaisar Cin mengutus Shin Fu ke Gunung Dewa diwilayah Timur (Gunung Fuji di Jepang) mencari obat dewa yang diyakini membuat manusia bisa hidup selamanya.
Masyarakat Jepang menyebut Shin Fu dan rombongannya sebagai Sinajin(orang Cin)”

“kata Cin yang lain menurut sejarah yaitu Cina.
Pada abad ke 7 ,pohon tebu dari India telah masuk dan ditahan di Yang Chao,Provinsi Fu Jian(Hok Kian) TiongKok.Ternyata hasil pohon tebu yang tumbuh di Hok Kian lebih manis.Pohon ini kemudia masuk lewat jalur sutera ke India disebut Cina dan saat menembus Bangladesh disebut Cini.

2.Istilah Tiongkok berasal dari kata Chong Kwok,artinya Negara Tengah.Sejak jaman Huang Ti mayoritas penduduk daratan cina adalah suku bangsa Han yang berdiam dihilir sungai Huang Ho(sungai kuning) dan disebut Hoa Shia.Suku Bangsa Han atau Chong Yen atau Chong Kwok (tiongkok)yang berdiam di Hoa Shia kemudian dikenal dengan Chong Hoa (Chong Kwok dan Hoa Shia atau Tiongkok).Sementara rakyatnya disebut Chong Hoa (Tionghoa).Kemudian kata Tiongkok dan Tionghoa dipakai sebutan negara.

3.Istilah keturunan Tiongkok ini ditujukan bagi yang lahir di tiongkok dan yang merantau disebut hoakiao,sedangkan keturunan Tionghoa yang lahir diluar Tiongkok disebut keturunan Hoakiao(Tionghoa perantauan) ... dst

Demikian penjelasan istilah Tiongkok dan Tionghoa yang lebih tepat ketimbang Cina.


APA ADA NON PRIBUMI,FORUM KEADILAN tanggal 5-10-1998,ARIEL HERYANTO
“Dalam kenyataan hidup sehari-harisesungguhnya yang dinamakan “nonpribumi” itu tidak ada.Kaum nonpribumi atau “WNI Keturunan Cina” hanya ada dalam angan,umpatan,formulir kelurahan atau gosip.Jadi,kalaupun mau dibahas adalah sejenis wacana,angan angan fiksi atau ideologi.Dan,untuk membahasnya dibutuhkan teori sastra,teater,psikologi,bahasa atau ideologi.Bukan Demografi,sejarah,Ekonomi,Ilmu Politik.Tidak juga statistik untuk mengukur sekian persen penduduk indonesia menguasai sekian persen Ekonomi Nasional ......... dst “

KAKEK MOYANG TIONGHOA di INDONESIA BUKAN MERANTAU,SUARA MERDEKA tanggal 21-10-1998, EDDY ASMORO SUTAN HADISARA
“ ... karena kebiadaban Cin Sie Ong ........ dst
“Karena sikap tersebut sudah tentu ini membuat sakit hati para cendekiawan serta bangsawan yang tidak menyukainya.Sejak itu pula bangsawan serta cerdik pandai banyak yang melarikan diri ..... dst
“dengan demikian , sebagaimana saya sebutkan dalam judul mereka bukan sekedar merantau tetapi minggat (melarikan diri) untuk mencari hidup.Karenanya arti minggat dan perantauan (hoakiao sangat berbeda)
Minggat (melarikan diri berarti tidak ada niatan untuk kembali lagi kenegaranya.
Merantau berarti ada hasrat atau niat kembali kenegara asalnya serta kekayaan yang diperoleh dari perantauan akan dibawa serta kembali kenegaranya atau dikirim pada kerabat yang berada dinegaranya .


ASAL-USUL ISTILAH CINA dan TIONGHOA ,SUARA MERDEKA tanggal 20-11-1998,Budi H Halim
“setelah kejatuhan Dinasti Man Cu didirikan negara republik yang dinamakan Chonghoa Min Kwok(Tionghoa Bin Kok) .Kemudian tahun 1949 ,Tiongkok Baru lahir dengan nama Chonghoa Ren Ming Kok Hee Kwok.
Semuanya menggunakan istilah Tiongkok atau Tionghoa.Jadi tak ada alasan untuk mengganti dengan Cina atau Cini. “


ANTARA CINA DAN TIONGHOA ,GATRA 7-11-1998 , A DAHANA
“Kalau berpijak pada etimologi istilah yang netral adalah Cina.Sayangnya ,istilah ini terlanjur berkonotasi buruk lantaran sering dikaitkandengan hal-hal buruk etnis tionghoa.Maklumlah kata cina sering diikuti kata lain yang degeneratif seperti “Cina Loleng” atau “Cina Mindring”

”Tak usah ada peraturan khusus yang mengatur penggunaan istilah seperti Surat Edaran tahun 1967 yang menunjukkan sikap emosional sehubungan dengan tuduhan bahwa RRT dan organisasi etnis Tionghoa kiri-Baperki terlibat dan mendukung G-30-S PKI”


MERANTAU NAMANYA HOAKIAO,SUARA MERDEKA tanggal 9-12-1998,Budi H Halim
(tanggapan untuk Surat pembaca KAKEK MOYANG TIONGHOA di INDONESIA BUKAN MERANTAU,SUARA MERDEKA tanggal 21-10-1998, EDDY ASMORO SUTAN HADISARA)
‘... dan yang disebut Hoa Kiauw bukan dipandang atau dikatakan dari minggat,dagang,kelaparan atau budak.Pokoknya kalau sudah keluar dari negaranya lebih dari 2 tahun , semuanya disebut Hoa Kiauw, dilihat dari tulisan Prof Wang Cwen Cang ahli sejarah guru besar Universitas Chi Nan Kwang Coo dan Ghe Siu Syeh ahli Tiongkok dari Taiwan.”

Monday, July 18, 2005

Cukupkah Kaya dan Sukses ?

Cukupkah Kaya dan Sukses ?
Harian “KOMPAS” edisi Jawa Tengah tanggal 18 Juli 2005

Pemilihan Kepala Daerah menarik disimak.Saat laporan kekayaan diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK), umumnya berusaha tampil “papa”.Namun saat paparkan dana untuk pilkada,dana sampai milyaran rupiah adalah hal biasa. Tak sadar dana yang dikeluarkan dengan gaji yang akan diterima, tidak masuk akal. Issue yang digelar,janji yang diumbar,lebih menonjolkan materi daripada semangat pemimpin,melayani dan ayomi.Kurang menekankan asih-asah dan asuh.Calonpun lebih asyik pamer kesuksesan hingga kekayaan. Cukupkah kaya dan sukses? kisah pada Buletin Pelita Kehidupan ini bisa untuk perenungan bersama.
Suatu ketika , seorang wanita melihat ada 3 pria duduk dihalaman depan rumahnya.Wanita ini tiak kenal mereka.Namun, dengan tulus wanita itu menyatakan,kalau ketiga orang itu lapar ,mereka dipersilahkan masuk dan menikmati makanan yang ada. .Salah seorang pria bertanya “apakah suamimu sudah pulang?”.Wanita itu menjawab “belum”.Ketiga pria itu pun menolak masuk kedalam rumah dan menunggu di depan.Saat suami perempuan itu p,iapun menceritakan apa yang terjadi.Suaminya tidak keberatan mereka makan bersama.Saat hal ini disampaikan,ketiga pria itu menjawab bersamaan mereka tidak bisa masuk kedalam rumah bersama-sama.Perempuan itu heran dan menanyakan sebabnya.Salah seorang pria berkata: “nama dia Kekayaan sambil menunjuk pria disebelahnya, sedangkan yang ini Kesuksesan sambil menunjuk yang lain. Sedang aku bernama Kasih sayang.Coba tanyakan suamimu siapa yang boleh masuk? Perempuan itu menceritakan pesan pria diluar.Suami keheranan.Ia mengusulkan si Kekayaan yang masuk , biar rumah itu penuh dengan harta.Istrinya tidak setuju.Ia memilih Kesuksesan lebih dahulu agar panenannya berhasil.Anak pasangan itu agar Kasih Sayang dahulu yang diminta masuk sehingga rumah itu nyaman dan penuh kasih sayang” .Suami istri itupun setuju dan mempersilahkan kasih sayang masuk. Kasih Sayang berdiri dan masuk.Anehnya Kekayaan dan Kesuksesan ikut serta.Kata mereka karena yang di undang Kasih Sayang , kemanapun Kekayaan dan Kesuksesan akan ikut serta.Kekayaan dan Kesuksesan mengaku dan hanya si Kasih sayang yang dapat melihat.Keduanya mengaku butuh bimbingan kasih sayang.



Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,
Semarang 50268
Warga Epistoholik Indonesia


Monday, July 11, 2005

Sumbangan atau Pungli

Sumbangan atau Pungli
Harian “KOMPAS” edisi Jawa Tengah tgl 11 Juli 2005

Sering kita jumpai peminta sumbangan dengan aneka kepentingan.Dengan berkelompok mendatangi warga maupun di jalan.Kalau kita perhatikan tidak ada kelengkapan surat yang semestinya ada .Yang ada hanya selembar proposal ala kadarnya dan daftar “dermawan” dengan nominal bantuannya.Malah kalau yang di jalan hanya berbekal kotak sumbangan.Suatu ketika saya pernah menanyakan kepada mereka, mengapa tidak ada persetujuan RT/RW/Polisi? Mereka menjawab bahwa ”demi kepraktisan” dan sambil balik bertanya “mau nyumbang apa tidak ?”
Ada Hal positif dimasa lalu yang saat ini terlupakan.Dimasa itu setiap pemohon sumbangan harus berbekal surat Persetujuan RT/RW bahkan kepolisian setempat. Seringkali jadi tidak mengerti, apakah untuk jadi dermawan harus pamer. Sementara disisi lain pemungut sumbangan dengan tenangnya merasa tidak perlu beri pertanggungjawabkan penggunaan dana itu kepada penyumbangnya.Bagaimanapun uang yang terkumpul tidak otomatis sebagai miliknya yang bisa digunakan sesuka hati. Penerapan akuntabilitas publik tidak wajib di birokrasi,namun harus menjadi budaya disemua lapisan masyarakat.Tanpa harus diminta,tanpa harus ada pertanyaan “apa anda tidak percaya?”, harus menjadi suatu moral obligation.Kalau tidak, disaat masyarakat cenderung apatis dengan pertimbangan “daripada dikira rewel”, ini akan menjadi kaderisasi koruptor.Kita perlu saling mengingatkan dan membudayakan menanyakan kelengkapan surat setiap ada pemohon sumbangan dan minta pertanggungjawaban penggunaan dana agar penyalahgunaan dapat dicegah.Kita sering teriak tidak setuju pungli yang dilakukan birokrasi.Sebaiknya sebagai warga juga jangan melakukan pungli yang dikemas sebagai minta sumbangan. Contoh yang nyata adalah permintaan sumbangan untuk saudara kita yang menjadi korban bencana alam ,yang ternyata sebagian hanya memanfaatkan penderitaan orang lain .
(Kompas hal G ,8 Januari 2005,Waspadai,Penipuan Berkedok Amal Aceh)


Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10
Srondol,Semarang 50268
----------------------------

Saturday, July 02, 2005

Menduduki Jabatan ?

Menduduki jabatan ?
Harian “KOMPAS” edisi Jawa Tengah tanggal 02 Juli 2005

Dalam setiap kesempatan pidato pisah–sambut berkaitan dengan diangkat ataupun selesainya tugas pejabat ,sering kita dengar ungkapan, bahwa jabatan itu mandat rakyat ,jabatan itu hanya sementara, atau jabatan hanya titipan Tuhan .
Kenyataannya ,tidak jarang jabatan itu diraih dengan perjuangan ekstra keras dan dengan uang yang besar.Istilah “perebutan kursi” , “duduk sebagai ketua”, bahkan kursi digunakan sebagai visualisasi acara TV menjelang pemiliham presiden atau pejabat llain.Beljar dari Bupati Sutjipto yang diturunkan rakyat Tegal tahun 1998,Bupati Kampar Jefrie Noer tahun 2002, dan yang terkini kasus Bupati Temanggung Totok Ary Prabowo,menunjukkan prakteknya jabatan bertentangan dengan ungkapan bijak yang selalu disampaikan saat pidato.Kalau benar2 memahami makna jabatan ,tentunya pejabat akan mengayomi bawahan hingga rakyatnya sehingga suasana akan sejuk, bertanggung jawab,rendah hati dan penuh kedewasaan.Karena menjadi pejabat sebenarnya adalah menjadi abdi atau yang memilih beri mandat sekaligus ibadah kepada Tuhan.
Terkait dengan jabatan ,lebih tepat dipakai istilah memangku jabatan, bukan menduduki jabatan .Bahasa bisa dipakai alat represi .


Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10
Srondol,Semarang 50268
----------------------------------