Monday, September 25, 2006

Pertanda Alam

Harian “SUARA MERDEKA” tanggal 25 September 2006

Orangtua dulu selalu ajarkan tanda-tanda alam.Kalau burung prenjak berkicau,atau ada kupu masuk rumah konon akan ada tamu; Saat saya TK dibangunkan subuh untuk lihat kemunculan lintang kemukus,fenomena alam yang tidak biasa.TV belum ada,ramalan cuaca dari BMG belum lazim,tapi hujan deras pasti terjadi kalau ada semut bawa telur pindah keatas merayap dinding.
Di Jepang,negara maju yang sudah serba canggih,tanda alam masih diajarkan.Bila ada awan putih yang tidak biasa,ikan lele ramai-ramai berenang kepermukaan,diyakini akan ada gempa dan tsunami.Lima hari sebelum tsunami,di Jogja media memberitakan adanya cahaya putih yang tidak lazim melintas di langit disertai suara gemuruh yang tak jelas sumbernya.Empat hari kemudian tsunami melanda pantai selatan jawa.
Jepang yang luasnya 370.370 km2,disamping dilengkapi ribuan seismograf modern,rakyatnya tetap diajarkan akrab dan peka terhadap tanda-tanda alam.
Indonesia yang 1.906.240 km2 hanya punya 31 buah seismograf,itupun banyak yang tidak terawat. Mengajarkan petanda alam kemudian dirasa kurang penting.Alam bukannya dicintai,atau menjadi sahabat,malah dijadikan kambing hitam.Kecerobohan pada kasus lumpur panas Sidoarjo segera ditutupi dengan dalih pengaruh gempa. Bahkan sering petanda alam tidak diantisipasi.Dengan dalih canggih sebagai argumentasi,petanda alam malah untuk melakukan manipulasi hingga eksploitasi.Padahal, Alam selalu memberi peringatan dini bila akan menata diri.
Demi tuntutan jaman,Modern dan canggih memang kelayakan.Namun bersahabat dan mencintai alam merupakan kepatutan.
Hal ini penting agar bangsa ini lulus fit and proper test tanpa pandang bulu yang dilakukan alam semesta.Mengabaikan ini,Hukum Besi alam akan berlaku tanpa kompromi.Berlaku pada siapapun termasuk tak peduli meski perusahaan dimiliki keluarga mentri.

(Purnomo Iman Santoso-EI)
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,
Semarang 50268

Tuesday, September 19, 2006

Memanfaatkan Surat Pembaca

Harian “KOMPAS” edisi Jawa Tengah, 19 September 2006

Dibanyak lembaga,kantor selalu dijumpai Kotak Saran, Kotak Kritik dan Saran juga Kotak Pengaduan yang diletakkan ditempat strategis.Pemerintah juga tak mau kalah dengan PO.BOX hingga SMS ke Presiden.Tujuannya,konon,sebagai upaya untuk mendapat masukkan guna meningkatkan Pelayanan.
Namun Pelayanan Bagus masih menjadi impian banyak pihak.Sarana diatas seolah sebatas aksesori.Banyak Kotak saran ,ataupun papan “Dilarangan Berhubungan dengan Calo”, hingga nomor telepon pengaduan di SPBU,namun rendahnya pelayanan publik masih jadi momok.Bukan tidak mungkin, kalau dibuka pun tak ada isinya atau tak ada yang mengadu.Semestinya,ini menunjukkan tingginya kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik.
Harapan kita kalau ada surat/telepon masuk segera di tindak lanjuti ataupun kalau SMS tidak sekedar dijawab dengan mesin penjawab yang akhirnya masyarakat boros pulsa dan bosan sendiri.Harus dibentuk team khusus sebagai perhatian nyata pada perbaikantingkat pelayanan.Dan, tentu tak hanya direspons dengan bahasa elite :”akan kami perhatikan”,”akan kami tampung”,”terima kasih atas perhatian anda” namun kemudian masuk mesin penghancur kertas ataupun untuk dihapus.
Melengkapi sarana yang telah ada ,tak ada salahnya masyarakat mau memanfaatkan secara optimal kolom surat pembaca. Kalau sarana diatas lebih bersifat tertutup/pribadi,maka surat pembaca bersifat terbuka.

Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,
Semarang 50263
Warga Epistoholik Indonesia

Tuesday, September 05, 2006

"Siswa" ala Extravagansa

Harian “KOMPAS”edisi Jawa Tengah tanggal 5 September 2006

Sabtu (12/8) ,di Trans TV ditayangkan acara Extravaganza.Dengan setting kelas,tampak adegan murid-murid duduk seenaknya(ada yang diatas meja),berpakaian seenaknya –(kancing baju dibuka tak rapi,bahkan ada murid bertato dilengannya.Mereka sedang membahas ide ‘kreatif”,mengerjai sang guru.Tidak lama kemudian sang guru pun hadir.Tingkahnya seronok sekali.Ini memang hanya sepenggal adegan lawak.Yang dirasa mengganjal adalah tampilan perilaku yang pemeran siswa dan guru sekolah.Jauh dari sikap terpelajar.
Dalam beberapa tayangan sinetron lain,sering dijumpai adegan siswa yang jauh dari sikap santun,terdidik. Bisa dibayangkan,seperti apa mutu pendidikan kalau perilaku sang bintang idola ditiru para pelajar/guru yang menonton acara itu.

Pemerintah sangat concern terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional. Niat bagus ini perlu ditunjang upaya terpadu dari banyak pihak.Dunia sinema wajib dilibatkan.


(Purnomo Iman Santoso)
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,
Semarang 50268