Pertanda Alam
Orangtua dulu selalu ajarkan tanda-tanda alam.Kalau burung prenjak berkicau,atau ada kupu masuk rumah konon akan ada tamu; Saat saya TK dibangunkan subuh untuk lihat kemunculan lintang kemukus,fenomena alam yang tidak biasa.TV belum ada,ramalan cuaca dari BMG belum lazim,tapi hujan deras pasti terjadi kalau ada semut bawa telur pindah keatas merayap dinding.
Di Jepang,negara maju yang sudah serba canggih,tanda alam masih diajarkan.Bila ada awan putih yang tidak biasa,ikan lele ramai-ramai berenang kepermukaan,diyakini akan ada gempa dan tsunami.Lima hari sebelum tsunami,di Jogja media memberitakan adanya cahaya putih yang tidak lazim melintas di langit disertai suara gemuruh yang tak jelas sumbernya.Empat hari kemudian tsunami melanda pantai selatan jawa.
Jepang yang luasnya 370.370 km2,disamping dilengkapi ribuan seismograf modern,rakyatnya tetap diajarkan akrab dan peka terhadap tanda-tanda alam.
Indonesia yang 1.906.240 km2 hanya punya 31 buah seismograf,itupun banyak yang tidak terawat. Mengajarkan petanda alam kemudian dirasa kurang penting.Alam bukannya dicintai,atau menjadi sahabat,malah dijadikan kambing hitam.Kecerobohan pada kasus lumpur panas Sidoarjo segera ditutupi dengan dalih pengaruh gempa. Bahkan sering petanda alam tidak diantisipasi.Dengan dalih canggih sebagai argumentasi,petanda alam malah untuk melakukan manipulasi hingga eksploitasi.Padahal, Alam selalu memberi peringatan dini bila akan menata diri.
Demi tuntutan jaman,Modern dan canggih memang kelayakan.Namun bersahabat dan mencintai alam merupakan kepatutan.
Hal ini penting agar bangsa ini lulus fit and proper test tanpa pandang bulu yang dilakukan alam semesta.Mengabaikan ini,Hukum Besi alam akan berlaku tanpa kompromi.Berlaku pada siapapun termasuk tak peduli meski perusahaan dimiliki keluarga mentri.
(Purnomo Iman Santoso-EI)
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,
Semarang 50268