Sunday, January 22, 2006

Pupuk Organik

Harian “SUARA MERDEKA” 22 Januari 2006

Membaca berita “Pupuk Kaltim Capai Produksi Tertinggi” di Suara Merdeka beberapa waktu yang lalu, pikiran awam saya langsung melayang membayangkan betapa kuat komitment Direksi dan seluruh jajarannya terhadap upaya menjaga tersediannya pupuk bagi para petani.Rasa bangga menyelinap karena pasti juga dilakukan oleh pabrik pupuk lain.
Tetapi mendadak kebanggaan berganti kebingungan setelah membaca berita kelangkaan pupuk yang selalu terjadi saat petani membutuhkan.Saya tidak bermaksud mencari siapa yang salah karena tampaknya sudah dianggap biasa.Tidak pula bermaksud mengecilkan komitmen dan prestasi jajaran pabrik pupuk.Bukan juga untuk cari kambing hitam siapa yang menyebabkan pupuk selalu tersendat.
Tercenung dan merenung,akhirnya terlintas Solusi untuk atasi kelangkaan pupuk yang terkesan selalu mempermainkan petani.
Pupuk anorganik biarlah terus berproduksi dengan prestasi spektakulernya.Tapi petani tidak boleh terlena dengan angka diatas kertas yang tak menjadi realitas. Petani harus mendapat jalan keluar.
Saya mendengar pengalaman petani gunakan pupuk organik yang pembuatannya dengan cara sederhana dan bisa dilakukan siapa saja.Caranya dengan mengumpulkan limbah rumah tangga dedaunan (organik) yang diberi air cucian beras.Terbukti pupuk ini mampu meningkatkan produktivitas dan tahan hama.Material tak sulit didapat,memproduksinya mudah,hasil bagus untuk kesehatan dan asri untuk lingkungan.
Dengan semangat “berani kotor itu baik”(seperti iklan salah satu detergent),Saya mencobanya.Benar,dalam waktu satu minggu sampah segera terurai.Mungkin karena banyak struktur mineral yang menyuburkan tanah,cacingpun hidup.
Demi kesejahteraan petani dan kesehatan bangsa, saatnya petani mengurangi ketergantungan pupuk anorganik dengan meningkatkan penggunaan pupuk organik. Sekedar saran


Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II G No. 10,Srondol,
Semarang 50268

Wednesday, January 04, 2006

Gengsi Tinggi,Kemauan Rendah

Harian “KOMPAS” edisi Jawa Tengah tanggal 04 Januari 2006

Cerita sinetron kita hampir sama. Kisah si molek,Ganteng,tampang indo kesekolah dengan city car, rebutan pacar,gosip dengan intrik,berkeliaran di mall,berpesta dan Orang tua kaya raya .
Lulus sekolah orang tua telah siapkan jodoh terpandang dengan posisi dan mobil mewah,tak perlu bersusah payah ikut Bursa Kerja.Tak jelas kapan kelola usaha, tahu2 liburan keluar negeri.Cerita berebut harta dibumbui kekerasan dan adegan laga agar sinetron lebih heboh.
Si Doel Anak Betawi yang relevan dengan realita, hanya jadi unggulan dan favorit di pentas Piala Citra dan tidak menarik kaum muda.Sinetron yang dekat dunia nyata sangat jarang.Maklum dibutuhkan sutradara dan sineas berpengalaman untuk menghasilkan karya bermutu.Sayang,stasiun TV lebih suka kejar tayang.Idealisme untuk menghasilkan karya berkualitas hanya wacana.
Pengaruh sinetron begitu hebat. Hasilnya,kaum muda bergengsi tinggi,bergaya selebriti.Waktu dihamburkan untuk kegiatan tanpa makna.Ketrampilan dipandang sebelah mata,keuletan dianggap kuno dan petani identik kaum tua.Kaum muda lebih bangga foya-foya. Sadarlah,Gengsi Tinggi namun Kemauan dan kemampuan rendah,berbahaya bagi masa depan.

Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,Semarang 50268
Warga Epistoholik Indonesia

Monday, January 02, 2006

Study Banding

Suara Merdeka tanggal 02 Januari 2006

Sering terdengar protes bahkan pencegatan dilakukan elemen masyarakat saat para petinggi berangkat study banding. Study=belajar.Mestinya, daerah tujuan layak sebagai tempat menimba ilmu.Realitanya belum satupun daerah berhasil atasi krisis secara tuntas.
Bagaimana kalau study banding diganti dengan istilah Kunjungan Kerja? Harusnya, masing2 daerah tertutup dari kunjungan kerja daerah lain karena sibuk atasi masalah daerahnya sendiri.
Naiklah bis, KA ekonomi untuk kinjungan kerja.Bukan pesawat ataupun mobil dinas yang dikawal voorrijders.
Saksikan dengan gamblang.Warga yang was-was diperas dan pengemudi yang digilir pungli.Stasiun,terminal kotor tak terawat walau saat diresmikan dengan seremonial megah.Simak halaman belakang rumah penduduk yang kumuh tak sehat.Jalan kakilah ke pasar bukan ke mall.Lihat pedagang ngantuk karena pengunjung sepi. Amati daerah pertanian,orangtua kerja sementara yang muda ngobrol di kedai. Yang tua bersepeda,yang muda bergaya disepeda motor meski BBM mahal. Mudah ditemui anak sekolah nongkrong di warung, merokok di jam pelajaran.
Tak perlu jauh kunjungan ke daerah lain ,apalagi ke Mesir urus judi.Boros biaya hanya melihat segalanya dari balik kaca ruang ber AC.Memahami problem rakyatnya bukan di ruang AC,pusat belanja maupun kawasan wisata diakhir sesi. Dongeng kanak-kanak HC Andersen yang kisahkan raja bijak menyamar jadi warga biasa,berdomisili dengan si jelata, untuk rasakan problem rakyatnya, lebih relevan.Tak mau manipulasi uang dan waktu perjalanan dinas.Hanya ada satu tujuan.Atasi masalah rakyatnya segera.Jadi,tak ada kesan piknik dan shoping.


Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,Semarang 50268