Monday, July 31, 2017

Revolusi Mental di Jajaran PT KAI

Harian Suara Merdeka tanggal 1 Agustus 2017


    
Bulan Februari 2017 pertengahan saya ke Surabaya naik KA Maharani Ekonomi.Tiket Rp. 60.000,--berangkat dari Stasiun Tawang jam 11.55 .Gerbong Kereta bersih ber AC.Setiap akan berhenti di stasiun ada pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dan Inggris.Duduk di depan saya seorang web designer,obrolan menarik terjadi sepanjang perjalanan .Tak terasa sampai di Stasiun Pasar Turi Surabaya jam 16.30 (tepat waktu). 
Sesaat sebelum turun,teman baru saya bercerita kalau rekannya beberapa waktu lalu jaketnya tertinggal di KA Maharani,sudah dianggap hilang,ternyata esok paginya di phone oleh pihak PT KAI.Setelah dikonfirmasi,jaket akhirnya kembali ke pemiliknya.
 Bulan Mei 2017 ada kisah viral tentang ditemukannya uang sebesar Rp. 254 juta oleh seorang porter,Bpk Supriyanto di stasiun Kroya.Uang tersebut dikembalikan ke pemilik tanpa kurang satu peser pun.
Surat pembaca Suara Merdeka 18 Juli 2017 berjudul Terima Kasih Polsuska berkisah tentang ditemukan kembali HP seorang penumpang yang tertinggal di Stasiun Purwokerto yang baru disadarinya setelah dalam perjalanan ke Jogja.
Kejadian-kejadian nyata ini dirasakan sangat luar biasa ditengah riuh rendahnya berita-berita minor yang justru terindikasi dilakukan oleh sosok dan tokoh yang  menempatkan diri terhormat dimata masyarakat, bahkan mengesankan dengan Sang Pencipta pun punya relasi paling  dekat.
Rasanya saya sebagai mahluk ciptaanNYA yang biasa-biasa saja ikut merasa tambah  berdosa bila tidak ikut mengabarkan kebaikan yang dilakukan orang-orang biasa seperti pak Supriyanto porter di stasiun Kroya,hingga pak Sudirman Polsuska di stasiun Purwokerto dan  Polsuska di stasiun Tugu Jogja ,dll. 

Kejadian diatas juga membuktikan bahwa Revolusi Mental Sedang dan Telah Terwujud di Jajaran PT KAI.


(Purnomo Iman Santoso-EI)
Villa II Aster Blok G No.10,Srondol,Semarang


 


 

Tuesday, July 11, 2017

Kontribusi Dunia Akademis Pada Pencegahan Korupsi

Harian Suara Merdeka,tanggal 11 Juli 2017


Teringat beberapa waktu yang lalu, secara tidak sengaja, nonton tayangan teve upacara pemberhentian dengan tidak hormat aparat yang dipecat di sebuah instansi/institusi pemerintah. Baju dinas + tanda kepangkatan dilepas dan diganti baju biasa. Diinfokan bahwa tindakan tegas tersebut tidak ada diskriminasi.Dari kopral hingga jenderal ada perlakuan sama.
Otoritas Jasa Keuangan (dulu Bank Indonesia) akan memblack list pelaku di industri keuangan yang terbukti cacat integritas. KPK melalui proses pengadilan, berulang menjebloskan para koruptor ke penjara.Sering para koruptor ini dengan gelar berderet dari berbagai institusi pendidikan favorit.
Kontribusi dunia akademis disamping ikut menyusun berbagai undang-undang (termasuk UU antikorupsi) dan seleksi para calon pimpinan KPK yang akan diajukan Presiden,akan lebih baik lagi bila ditambah pencopotan gelar bagi koruptor yang telah divonis bersalah oleh pengadilan. Kapan ya institusi pendidikan mencopot gelar,mencabut ijasah yang telah digunakan tidak sesuai janji saat diwisuda oleh alumni yang terpidana korupsi.
Karena,tentunya sangat memalukan almamater,bahkan mayoritas alumni yang pasti jauh lebih banyak yang memegang teguh pada Janji dan sumpahnya saat wisuda "berguna bagi Bangsa dan Negara". 
Setidaknya pemegang gelar akademis tak gegabah untuk tergoda melakukan tindakan yang sebenarnya kelewat murah dibanding pengorbanan waktu,biaya,tenaga, pikiran saat meraihnya dan kehormatan yang disandang saat mencantumkan gelar-gelar di seputar namanya.
Ini bisa jadi kontribusi sangat berarti dari dunia akademis untuk mendukung dengan memperkuat sisi pencegahan korupsi di negeri tercinta Indonesia.Institusi lain sudah menjalankan.Pelanggaran seperti indisipliner, desersi dll sepakat termasuk kategori berat untuk profesi tertentu.Tapi, korupsi dikategorikan extra ordinary crime.
Semarang,14 Juni 2017
Purnomo Iman Santoso-EI
Villa Aster II Blok G No.10
Srondol Semarang