Monday, September 22, 2014

Ubah Cara Pandang terhadap Toilet

Harian Suara Merdeka tanggal 23 September 2014

Beberapa waktu berselang, di internet muncul tayangan siswi di Jepang dengan penuh keceriaan dan semangat sedang membersihkan toilet sekolah.
Ingat masa kecil, yang namanya kamar mandi, juga tempat BAB (dulu disebut kakus), letaknya paling belakang. Kamar mandi dekat sumur karena pengisian bak mandi dengan cara menimba. Kakus terpisah, berjarak 10 meter dari kamar mandi.
Zaman berganti, rumah-rumah sekarang melengkapi tempat bersih diri dengan nama yang lebih ‘’santun’’, toilet. Terjadi “revolusi lokasi”. Toilet tak lagi terpencil di belakang, namun bisa di ruang tengah dan kamar tidur. Bahkan di kantor-kantor, ruang depan dan juga ruang utama dilengkapi toilet.
Karena naik peringkat ke lokasi strategis, toilet umumnya didesain untuk bersih dan artistik, tak jarang indah bahkan mewah.
Meski demikian, hingga kini sebutan buang air kecil maupun BAB masih lekat dengan istilah “ke belakang”.
Suatu ketika, terdengar celoteh anak-anak di sebuah SMA, ‘’Si anu tadi dihukum membersihkan WC (sekolah).’’
Ada perbedaan mendasar pendidikan di Jepang dan Indonesia.
Di Jepang, sekolah mendidik anak-anak sejak dini untuk memperlakukan toilet sebagai area yang kebersihannya harus jadi kepedulian penggunanya.
Di Indonesia, tempat tersebut masih dianggap tempat kotor, sehingga pantas menjadi area untuk menghukum murid yang bandel.
Perawatannya pun menjadi tanggung jawab pembantu karena hak dan kewajiban pengguna hanya untuk ‘’buang’’.
Tak heran, di toilet-toilet umum masih mudah dijumpai tulisan ‘’Harap Disiram’’, ‘’Dilarang Membuang Sampah”, “Jaga Kebersihan”.
Kebersihan? Ah, itu urusan cleaning service. Pernah suatu ketika mendengar perbincangan ketua Komite Sekolah dengan kepala sekolah.
Ketua Komite Sekolah usulkan siswa dibiasakan membersihkan kamar mandi dan WC sekolah agar tak jadi sarang nyamuk.Kepala sekolah tidak setuju karena berpotensi mendapat protes dari orang tua murid.
Toilet tak lagi dianggap ruangan marginal. Area ini harus diperlakukan semestinya.
Perlakuan sepatutnya ini hanya bisa terwujud bila ada perubahan cara pandang.
Toilet adalah tempat untuk bersih diri, jadi semestinya harus bersih dan sehat. Kebersihan bukan kewajiban pembantu / cleaning service, namun justru jadi kepedulian utama pengguna / keluarga.
Kalau di rumah sudah terbiasa memperlakukan toilet secara sehat dan bermartabat, maka tak ada lagi istilah ‘’dihukum untuk membersihkan WC’’. Bila kebersihan toilet terpelihara, kesehatan keluarga bahkan lingkungan pun akan terjaga. Musim pancaroba tak lagi ada demam berdarah.Wabah demam berdarah bisa berawal dari bak-bak air di kamar mandi rumah / sekolah / kantor-kantor yang lupa dibersihkan secara rutin, sehingga menjadi tempat nyaman nyamuk menetaskan telur-telurnya.
Toilet SPBU di masa lalu identik dengan tempat jorok. Tak jarang, buat kaum pria khususnya, lebih baik buang air kecil di pinggir jalan daripada di toilet SPBU.
Beberapa tahun belakangan ini, standar kebersihan toilet di SPBU ada peningkatan drastis. Kepedulian manajemen Pertamina yang berhasil menanamkan budaya baru di SPBU, yaitu kebersihan dan kesehatan toilet yang nota bene di lokasi umum, harus diapresiasi.
Saya pikir masyarakat bisa belajar dari apa yang dilakukan Pertamina. Salut! Untuk jadi besar harus melalui kepedulian terhadap hal-hal yang dianggap kecil.
Sangat pantas PT Pertamina (Persero) meraih penghargaan Best in Class Award for Large Manufacturing pada ajang Global Performance Excellence Award (GPEA) 2012.
Purnomo Iman Santoso-EI
Villa Aster II Blok G No.10
Srondol – Semarang 50268