Friday, February 24, 2006

Pencegahan Flu Burung

Harian “KOMPAS”edisi Jawa Tengah tanggal 24 Februari 2006

Berita mengenai flu burung akhir-akhir ini kembali menyita perhatian. Jika diperhatikan,upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dan dinas yang terkait sepertinya tiada henti.Dari penyuntikan/vaksinasi,penyemprotan,sosialisasi ciri-ciri unggas terinfeksi virus H5N1 hingga cara penanganan unggas korban flu burung yang harus dibakar dan dikubur terus gencar diinformasikan.Rumah sakit dengan peralatan lengkap dan dijadikan rujukan sudah disediakan.
Yang memprihatinkan,Indonesia termasuk negara yang penularan dan korbannya dikategorikan cukup parah.
Saya bukan dari latar belakang kedokteran ataupun dari disiplin ilmu yang erat dengan penanganan flu burung.Mencermati langkah-langkah yang dilakukan dan disosialisasikan,tampaknya ada yang terlupakan,terabaikan atau mungkin diinformasikan namun kurang keras gaungnya.
Yang dimaksud disini adalah berkaitan dengan penanganan botol atau ampul bekas vaksin.Seingat saya vaksin adalah kuman/virus yang dilemahkan, kemudian disuntikkan dengan maksud untuk memperkuat antibodi.Kalau ini benar,penanganan terhadap botol/ampul bekas vaksin harus serius dan seksama.
Kalau botol bekas vaksin tidak dimusnahkan secara tuntas,ini dapat berakibat kuman atau virus yang dilemahkan akan tercecer.Bukan tidak mungkin,kuman yang telah mengalami rekayasa genetik menjadi vaksin tersebut tetap hidup dialam bebas dan akan semakin ganas. Bila kelalaian ini benar terjadi,berpotensi penyebaran virus flu burung semakin susah dipetakan dan sulit dikendalikan.
Sepertinya sangat mendesak untuk perlu dikampanyekan dan diawasi ketat agar penanganan botol/ampul bekas vaksin harus dengan disiplin ketat dimusnahkan,
dibakar sampai habis.

Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,Semarang 50268
Warga Epistoholik Indonesia

Saturday, February 18, 2006

Pemerintah atau Bangsa?

Harian “KOMPAS” edisi Jawa Tengah ,18 Februari 2006

“Bangsa Indonesia Tak Ingin Lagi Diskriminasi” yang menjadi headline news di harian ini menyejukkan hati.Dari terhambatnya nation building hingga korupsi,akar masalah tak jauh dari diskriminasi.
Discriminating artinya membeda-bedakan. Dimitoskan menjadi issue SARA, mulanya ditujukan untuk etnik tionghoa.Berawal Issue: Pribumi –nonpribumi, issue Putra daerah-non putra daerah.Menjelang pemilihan presiden ada issue: presiden Jawa-luar Jawa.
Konon perilaku diskriminatif diperkenalkan oleh Gouverneur Generaal Adriaan Valckenier menjabat th 1737-1741.Ia memberlakukan peraturan untuk membatasi gerak,mengawasi hingga orang tionghoa harus berkuncir. Ini awal orang tionghoa dipisahkan dari warga Hindia Belanda.Latar belakangnya,persaingan dagang teh antara pedagang China dengan VOC. Ketentuan diskriminatif bermunculan setelah itu,antara lain :
- Staatsblad No. 1849-25 Tentang Catatan Sipil untuk Golongan Eropa
- Staatsblad No.1917-130 Tentang Catatan Sipil untuk Golongan Timur Tionghoa
- Staatsblad No.1920-751 Tentang Catatan Sipil untuk Golongan Indonesia Asli
beragama Islam
- Staatsblad No. 1933-75 Tentang Catatan Sipil untuk Golongan Indonesia Asli
beragama Kristen

Tgl 17-8-1945 Bangsa Indonesia Merdeka dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.Ironisnya, Pemerintah Indonesia tetap memberlakukan aturan diskriminatif.Ada beberapa aturan dicabut oleh presiden era reformasi,tapi lebih banyak yang masih berlaku.Bukankah penerapan diskriminasi menjadi political will pemerintah? Sepertinya lebih tepat judulnya adalah “Pemerintah Indonesia Tak Ingin Lagi Diskriminasi”.



Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,Semarang 50268
Warga Epistoholik Indonesia

Sunday, February 05, 2006

Industrialisasi Sepakbola

Harian “SUARA MERDEKA” 05 Februari 2006

Thn 1975,di Persija akrab dengan nama Klub2 seperti IM,Jayakarta,POP,Maesa,UMS, Angkasa,CBSA.Di Persebaya ada Assyabaab,Surya Naga.Di PSIM-Jogja ada Hisbul Wathan(HW) dan lainnya.Dari kompetisi teratur,lahir pemain2 berbakat Iswadi Idris,Ronipatinasarani yang merumput sampai Australia,Hongkong.Ricky Yacob generasi berikut bermain di liga Jepang,negara yang kini disegani karena mampu tahan imbang Brasil 2-2 saat Piala Konfederasi di Jerman.Kalau ditelusuri,pemain berkualitas tersebut lahir dari kompetisi yang jauh dari hingar bingar industrialisasi.Saat itu,mereka justru mendatangkan devisa sebagai “TKI”berketrampilan tinggi.
Tak ada inflasi pemain asing -yang tak jelas manfaatnya . Masa lampau dengan ke“amatir”annya, PSSI pernah disegani.Yang jadi pertanyaan, setelah profesional plus label Indutrialisasi Sepakbola Nasional kok malah terpuruk?PSSI tampaknya harus diurus pengurus bermental amatir yang terbukti telah berprestasi di eranya.Ternyata dibalik keamatirannya mereka orang yang sangat ahli,punya dedikasi dan kental budaya unggul serta kecintaan tulus yang tak penah pupus terhadap dunia sepakbola.
Apa arti Indutrialisasi Sepakbola Nasional kalau hanya sebagai ajang shopping pemain asing,apalagi dinegaranya kualitas mereka tak jelas.Mereka dipasang sebagai starter dengan pertimbangan sebagai entertainer yang banjir bonus karena jadi Top Scorrer. Ini jelas menyingkirkan penyerang lokal untuk meng asah kemampuan.Kapan kita bisa miliki lagi Tan Liong Hauw,The San Liong,Ramang yang membuat PSSI disegani.Kapan lahir penyerang andal generasi si”Gareng” Sutjipto Suntoro,si”kancil” Abdul Kadir di kiri luar dan Waskito di kanan luar,si”Mutiara Hitam” Jacop Sihasale maupun si “cerdik” Risdianto hingga PSSI jadi Macan Asia dieranya.
Apa yang dilakukan managemen Niac Mitra yang mendatangkan kiper tangguh David Lee dari Singgapura tampaknya tepat.Ketangguhannya dibawah mistar,asah ketajaman Ricky Yacop, Samsul Arifin dan Bambang Nurdiansyah seperti Fandi Ahmad.
Dengan dalih industrialisasi,sepakbola harus puaskan penggemarnya. Kebanggaanpun,walau tak sesuai semangat sportivitas,diukur dari kemenangan semata.Peningkatan Kualitas penyerang lokal,tak penting. Kocek APBD pun dikuras demi pemain asing. Pergeseran kebanggaan ini perlu diluruskan.PSSI butuh banyak Most Valuable Player bukan Entertainer.PSSI bukan event organizer.


Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,
Semarang 50268

Saturday, February 04, 2006

Menulis Itu Sehat

Harian “SUARA MERDEKA” 04 Februari 2006

Ada suara skeptis,kerjanya kok nulis(surat pembaca),seperti pengangguran saja.Bambang Haryanto dengan segudang prestasinya,Joko Suprayoga dengan kariernya,Andreas Adhy Aryantyo dengan tokonya,FX Trias Hadi Prihantoro yang terus dorong anak didiknya jadi orang berguna.Mereka orang sibuk.
Mungkin banyak yang masih terlena persepsi bahwa sibuk identik dengan pidato,orasi,ber hp(sekalipun di jalan raya)hingga “sibuk” berSMS.Menulis adalah tahapan penting dalam berkarya.
Banyak orang yang bisa berbicara seperti buku.Tapi lebih menyenangkan lagi bila ada buku yang bisa berbicara seperti manusia.(Theodor Haecker)
Tanpa disadari,ungkapan tersebut dituangkan oleh para “tukang nulis” seperti Bung Karno,Pramudya Ananta Tur,Steven Covey dalam buku-buku terkenalnya.
Kebiasaan menulis sejak dini bisa dimulai menulis kesan,rencana,unek2 pribadi. Dikembangkan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman hingga berandai-andai.
Ada mantan KASAU tulis buku hebat untuk gairahkan generasi muda pada dunia dirgantara.Kita tunggu mantan Kapolda Jateng-Chaerul Rasyid berbagi pengalaman melalui tulisannya,pasti berupa pencerahan bagi yang membaca. Umumnya Karya tulis tidak bisa instan.
Namun,ada trend lain.Saat masih aktif, buat biografi yang menyanjung diri untuk kampanye (biasanya order pada wartawan ataupun penerbit –bukan karya tulis sendiri).Setelah pensiun order terbitkan buku untuk pembelaan diri.Karena jauh dari semangat kejernihan berpikir yang dibutuhkan banyak orang dan sarat kepentingan sempit/sesaat,sama-sama menulis,kattebelletje tidak masuk kategori yang dianjurkan.

Untuk kawula muda keberanian untuk corat-coret di fasilitas umum bisa dialihkan dengan membuat tulisan.Mulai saja dengan yang “sepele”,menulis surat pembaca.Dimuat atau tidak jangan jadikan beban,yang penting menulislah sepenuh hati.Andai dimuat pasti akan dapat pengalaman batin yang luar biasa indah,bila tidak,teruslah mencoba.
Tak perlu slogan hingga ikrar,semoga tumbuh pemahaman baru bahwa kebiasaan menulis itu manfaatnya luar biasa bagi kesehatan jiwa dan raga.Untuk ujudkan Mens sana in corpore sano(didalam badan yang sehat terdapat jiwa yang sehat),Tubuh disamping butuh olah raga,tidak kalah penting juga butuh olah rasa dan olah ratio.


Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,
Semarang 50268