Monday, November 29, 2004

Epistoholik Indonesia

Epistoholik Indonesia
Harian “KOMPAS” edisi Jawa Tengah ,29 November 2004

Awal bulan juli 2004 , seperti biasa istri saya beli majalah bulanan Intisari.Dia memberitahu saya profile Bambang Haryanto,Gandi sukardi yang tertulis disitu.Karena sangat menarik , saya potong dan simpan di document keeper.Kita sangat sering mengikuti tulisan2 Bambang Haryanto –Joko Suprayoga karena menurut hemat saya tulisannya sangat menarik , mengena, kritis, mudah dicerna orang awam seperti kita. Diantaranya saya sangat terkesan Republik selebritisnya-Joko Suprayoga. Tampaknya benar pak Joko ,Jalur bintang olympiade Fisika,Matematika ataupun bintang olympiade seperti Taufik Hidayat yang ber-tahun2 harus jatuh bangun berlatih plus sempat jadi korban main ”hakim” dan main “hukum” Ketua Umum PBSI gara2 tidak manut-tidak mau(asal)siap,laksanakan!(karena punya pendapat beda sekalipun tujuannya mulia untuk kejayaan negara)-menjadi tidak menarik. Begitu instannya menjadi idola yang penuh fantasi, membius kawula muda untuk berlomba jadi bintang jalur cepat (!?).
Tidak disangka-tidak dinyana ,orang2 yang saya kagumi ini menulis surat,hampir berbarengan, hanya selisih hari.Mereka mengajak bergabung sebagai Warga Epistoholik Indonesia wadah bagi komunitas yang punya hobby menulis surat pembaca.Saya OK saja karena saya sering berpikir ,setiap detik diotak kita banyak berseliweran ide.Sayang sungguh, bila dibiarkan berlalu begitu saja.Apa yang dilakukan untuk menyikapi gerakan “benda angkasa” di galaksi alam pikiran saya?Begitu ada ide yang tertangkap “radar”, saya langsung perjelas deteksi gambarnya dengan cara ditulis.Saya terus atur focus agar diperoleh gambar yang sharp,bright dan clear hingga siap saji dan dikirim ke media. Prinsip saya , sebagai warga negara saya terus berupaya bijak dengan peduli dan berpartisipasi menyampaikan segala sesuatu yang saya pertimbangkan dapat bermanfaat dan saling mencerdaskan. Dimuat syukur ,tidak dimuat -saya file untuk baca2 sendiri dilain kesempatan.Minimal ada kepuasan diri karena ide yang sempat melintas dapat teridentifikasi, terdokumentasi dan tidak mubasir menjadi UFO =Unidentify Flying Obyect. Ditengah hingar-bingarnya budaya pidato ,kiranya kita perlu menyimak ungkapan ini : verba volant ,scripta manent (=kata kata yang diucapkan (akan) terbang tak menentu,akan tetapi apa yang tertulis itu akan tetap tinggal selama-lamanya). Begitu kiranya berbagi pengalaman saya yang juga meneruskan pesan sekaligus ajakan para panutan saya ,untuk siapa saja yang sependapat dengan pemikiran ini , dapat bergabung dengan komunitas Warga Epistoholik Indonesia nya.Positif kok.

Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II G No. 10
Srondol,Semarang
--------------------------


Sunday, November 28, 2004

"Flora Fauna" Diskriminasi

“Flora-Fauna” Diskriminasi
Harian “SUARA MERDEKA” 28 November 2004

Discriminating artinya membeda-bedakan. Diskriminasi ini sudah sangat meluas . Awalnya dikenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda di Hindia Belanda, ternyata kini semakinmerajalela.Seolah para petinggi melihat negara sebagai koloni yang warganya perlu dipecah belah agar dapat mempertahankan pengaruhnya
Diskriminasi hanya melahirkan kondisi sosial yang tidak sehat ,merusak,semu, rapuh, tidak jujur serta jauh dari prestasi. Ibarat burung dalam sangkar emas yang berkicau merdu namun mati bila terbang. Diskriminasi hanya akan melanggengkan tradisi pilih2 tebu ,Hangat2 tahi ayam. Karena input tidak jelas dan terabaikannya seleksi secara semestinya,output pun menjadi serba meragukan,hanya melahirkan jago-jago kandang yang identik dengan Macan Ompong.Untuk memilih wakil maupun pemimpin, rakyat pun menjadi tidak percaya diri karena khawatir beli kucing dalam karung.Budaya diskriminasi akan mengebiri anak negri yang punya potensi sehingga banyak yang tidak bisa berkembang secara wajar dan optimal menjadi prestasi hanya karena selembar kertas yang bernama SBKRI, karena beda suku,agama ataupun hanya karena issue putra daerah-non putra daerah.Di era yang serba canggih, “perilaku kolonial” ini akan dengan mudah diketahui negara tetangga .Karena kemajuan technology membuat setiap negara terbuka terhadap informasi dan mereka akan mengetahui betapa lemahnya nation building kita. Kita semua ingin sang Burung Garuda dengan kuku kakinya yang kokoh mencengkeram kuat Bhineka Tinggal Ika.Mengepakkan sayapnya yang perkasa menembus awan dan menerjang badai,terbang tinggi , bersiul nyaring mengabarkan kejayaan negri tercinta . Minimal , predikat Macan Asia dapat kembali di sandang Indonesia. Seluruh Rakyat Indonesia seyogyanya mendukung realisasi issue presiden SBY.Diskriminasi NO-Kesetiakawanan YES.

Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II G No. 10
Srondol,Semarang
-------------------------------

Issue Pembauran,masihkah relevan?

Issue pembauran, masihkah relevan?
Harian “SUARA MERDEKA” 28 November 2004

Membaca artikel SBKRI & Pembauran Tionghoa oleh Binarto Gani di Suara Merdeka beberapa waktu yang lalu banyak hal baru yang didapat masayarakat .Hanya saja masalah Pembauran ini rasanya perlu diluruskan lagi.Pembauran, kata yang mujarab dipakai orba untuk mendiskriminasi warga tionghoa agar makin terkotak dan memperkuat kesan eksklusive.Saya berharap pemerintah segera meluruskan. Tidak bermaksud menonjolkan peran mereka , namun agar generasi muda –termasuk etnik tionghoa sendiri ,tidak teracuni issue yang memposisikan mereka seolah menjadi warga asing dibumi Indonesia yang tidak tahu diri. Kenyataannya mereka sering dilupakan ,ditutupi bahkan dikaburkan untuk suatu kepentingan politik.Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya , apapun latar belakangnya.Kalau pelajaran sejarah itu proporsional tentunya kita tidak boleh menghapus peran tokoh2 tionghoa saat Soempah Pemoeda seperti Sie Kong Liong,Kwee Tiong Hong , saat lahirnya negara RI a.l Drs Yap Tjwan Bing ,Tan Eng Hoa dll , di Angkatan Laut ada Laksamana Jhon Lie.Di bidang Olah Raga ada Tan Liong Hauw , The San Liong dan banyak lagi.Di Agama Islam kita kenal Raden Patah dan para Sunan ternyata banyak yang keturunan ini.Ini menunjukkan apa ? Pembauran itu sudah terjadi otomatis ,manusiawi , alami dan normal2 saja.Justru belanda waktu itu yang coba memisahkan kebersamaan ini dengan buat peraturan2 diskriminatif rasialis agar persatuan warga yang sudah terjalin baik itu jangan berlanjut karena khawatir akan mengancam kekuasaannya.Ironisnya ,setelah Indonesia merdeka bukannya dihapuskan tetapi malah dikembangkan dengan berbagai aturan,ditambah aneka opini dan monopoli interpretasi yang memojokkan etnik mereka.Bahkan pemerintah pun tak segan mengingkari sejarah ,mencabut etnik tionghoa dari bhineka tunggal ika dengan mengeluarkan -SE No SE-06/Pres-Kab/6/1967 Kabinet presidium.Kesimpulannya, pembauran sudah tidak relevan lagi jadi issue karena bertentangan dengan upaya pencerdasan bangsa.Unuk itu harus ada kemauan dan tekad kuat dari pemerintah menghapus issue pembauran dan aturan diskriminatif agar nation building bisa lebih kokoh.Kalau mau jujur dan berpikir jernih ,apa ada penduduk asli? Gus Dur-mantan presiden RI saja termasuk generasi keturunan tionghoa ke sekian.Bukanlah ini bukti bahwa pembauran sudah sejak jaman dulu jauh sebelum para “pencetus” ide pembauran lahir.

*)isinya melarang istilah Tionghoa yang sesungguhnya bersifat etnis , menjadi “cina”.Tionghoa tidak diakui sebagai salah satu suku di Indonesia tetapi lebih sebagai orang asing.

Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II G No. 10
Srondol,Semarang
------------------------

Thursday, November 25, 2004

Sebuah Perspektif

Sebuah Perspektif
Harian “KOMPAS” edisi Jawa Tengah ,25 November 2004

Dibawah ini tulisan berjudul “Tidak selalu hitam dan putih”, Kisah Judie Paxton- pada buku Chicken soup for the kid”s Soul hal 152
“Ketika masih duduk di sekolah dasar , aku terlibat perdebatan sengit dengan seorang anak lelaki dikelasku.Aku sudah lupa topik perdebatan kami ,tapi aku tak pernah lupa pelajaran yang kuperoleh hari itu.Aku yakin sekali bahwa akulah yang benar, sedangkan ia salah.Sementara itu ,ia juga yakin bahwa dirinyalah yang benar dan aku salah.Maka guru kami memutuskan untuk memberi pelajaran yang sangat penting.Ia menyuruh kami maju ke depan kelas.Aku bediri disatu sisi meja,sementara anak itu disisi satunya lagi.Ditengah meja ada sebuah objek besar dan bundar.Aku melihat dengan jelas bahwa benda itu berwarna hitam.Lalu guru kami bertanya pada anak itu, apa warna benda tersebut.”Putih” sahutnya.Aku tak percaya mendengarnya, sebab benda itu jelas jelas hitam.Kami kembali berdebat,kali ini tentang warna benda tersebut.
Guru kami kemudian menyuruhku berdiri di tempat anak tadi , sementara anak tadi berdiri ditempatku.Kami bertukar tempat, dan sekarang guru kami bertanya padaku, apa warna benda itu.Aku terpaksa menjawab “Putih”.Benda itu mempunyai dua sisi yang berbeda warna.”

Kita sering dibuat letih dan jemu ketika melihat suatu perbedaan pendapat yang tidak saling melengkapi namun hanya karena masing-masing bersikukuh sebagai yang paling benar.Untuk mempertahankan kebenaran, dengan segala daya mengerahkan kepiawaiannya dengan membuat argumen yang multi tafsir.Pengalaman anak SD di West Virginia-Amerika Serikat itu semoga bermanfaat agar kita bisa semakin dewasa.

Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II G No. 10,Srondol,
Semarang 50268
-------------------------------


Saturday, November 20, 2004

Hidup Sederhana

Hidup Sederhana
Harian “KOMPAS” Jawa Tengah ,20 November 2004

Kondisi yang ironis.Ditengah gencarnya gerakan hidup sederhana didengungkan, melalui TV rakyat Indonesia justru menyaksikan karangan bunga ucapan selamat ukuran besar dan mahal ber-deret2 di sepanjang jalan menuju rumah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.Tidak cukup sampai disini, setelah pelantikan, giliran iklan ucapan selamat berukuran sedang hingga besar terpampang di media lokal hingga nasional tiada henti. Belum lagi nanti saat kunjungan dan peresmian proyek. Apakah presiden dan wakil presiden Jusuf Kalla sempat mengingat itu semua?saya pikir tidak.Apalagi kalau ingat komitmentnya yang kuat untuk mengabdi kepada rakyat yang memilihnya.Walau pasang iklan namun menipu rakyat,ya seharusnya tetap ditindak.Tidak perlu sungkan.
Saya, pendukung Pola Hidup Sederhana , mengusulkan agar para pejabat dan seluruh warga masyarakat dapat membudayakan dan mengarahkan dengan mensiasati secara santun agar ungkapan simpati bisa lebih bermanfaat.Misalnya dengan memberikan pengumuman pada setiap acara:Ungkapan simpati bisa disalurkan ke Dana Kemanusiaan dan Kebersamaan untuk Kesejahteraan, pada Bank tertentu dengan nomor rekeningnya. Setelah dana ini terkumpul dikelola secara private,profesional&transparan bisa dimanfaatkan dengan disalurkan kepada yang paling membutuhkan apapun latar belakangnya. Tidak terbatas kepada orang sakit tetapi bisa pararel untuk meningkatkan kesejahteraan guru maupun pengadaan perpustakaan yang berisi buku2 bermutu.Yang penting tidak untuk kampanye.Dengan cara ini ucapan selamat atau apapun namanya akan lebih bermakna. Tidak sekedar sebagai media untuk cari muka namun sebagai cara memberi perhatian yang jujur sekaligus menderma dalam artian bijaksana karena tanpa perlu pamer.Dana terkumpul pasti besar karena banyaknya pejabat publik dinegeri ini.
Ketua MPR Hidayat Nur Wahid telah mempelopori Pola Hidup Sederhana dengan menolak mobil Volvo dan inap di Hotel Mulia.Suatu langkah ketauladanan pemimpin yang sangat dinanti, sudah dimulai.Rakyat seyogyanya juga ikut berperan serta untuk mewujudkan Pola Hidup Sederhana dengan tidak royal pasang iklan ucapan selamat atau memberi karangan bunga pada pejabat publik.Dengan demikian Ucapan selamat,silaturahmi hingga halal bihalalpun akan lebih tulus,tidak bermakna ganda karena sarat pamrih dan kepentingan. Silaturahmi untuk mempererat persaudaraan dan persahabatan bukan perkoncoan. Halal bihalal untuk saling memaafkan bukan saling tukar konsesi.Ucapan selamat akan tetap diterima dengan bahagia walau dari rakyat jelata yang tidak mampu beri karangan bunga.

Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II G No. 10,Srondol,
Semarang 50268
--------------------------------