Wednesday, December 18, 2013

Makna Berbakti

Harian Suara Merdeka tanggal 19 Desember 2013

Sekarang anak adalah konsumen potensial dari berbagai industri. Ditunjang canggihnya teknologi, anak-anak jadi target. Yang membuat miris, industri yang cenderung konsumtif pun berlomba menggarap anak sejak dini. Dulu, mata anak digoda saat ke toko, mal. Kalau tak usah ke luar rumah anak digoda lewat televisi.
Terkini, tak lagi melalui TV. Era digital, gadget2 mudah didapat, anak-anak pun gampang menemui tayangan yang menggoda melalui dunia maya. Setiap saat, dimana saja.
Pada acara halalbihalal kemarin, bertemu dengan anak-anak pertukaran pelajar dari Belgia, lnggris, Brasil. Ternyata di negaranya, di usianya, smartphone, ipad bukan kebutuhan wajib. Mungkin, dalam hati mereka kagum atas ke-”modernan” anak Indonesia.
Orang tua secara naluri akan sayang anak.Ada yang dengan menuruti semua keinginan anak. ”Dari pada rewel, kasihan”. Ada yang menyayang dengan ”harus” sesuai kehendak orang tua, dengan dalih berbakti. Godaan untuk konsumtif yang sudah ditanamkan sejak dini digenapi kecenderungan orang tua, dengan dalih sayang anak, ada yang menafsirkan kebutuhan anak dengan uang dan barang.
Mudah dijumpai anak belum cukup umur bersepeda motor, menyetir mobil, bersmartphone. Betulkah anak membutuhkan itu semua sebagai yang utama? Atau itu bentuk ”suap” dari ortu ke anak, dengan dalih sibuk cari uang. Atau dengan alasan ”wong ada (duit) kok”. Melimpahi dengan barang dan mungkin juga uang yang sebetulnya hanyalah ”asesoris”.
Akan lebih menantang bila mewujudkan rasa sayang dengan memberi ruang untuk menggali potensi diri, membuka wawasan, agar tidak berlari bagai memakai ”kaca mata kuda”. Potensi diri tak selalu identik dengan nilai akademis hebat merata. Apa artinya ranking (terus), tapi itu semua ambisi dan prestasi orang tua. Jadilah hanya kemasan. Orang tua bangga anak berbakti, padahal anak bingung cari jati diri. Dalam hati kecil, anak pasti lebih jujur.Sadar bahwa segala ”penaklukan sosialnya” itu semu. Si anak malah mendambakan seperti temannya yang tetap bisa menonjol meski tidak tampil ”sempurna”, tapi bisa menikmati kesukaannya bermusik, olahraga, temannya melimpah dan tetap natural apa adanya. Ada orang tua sayang dengan cara ”kalau ranking dibelikan motor”.Apa jadinya bila si anak hanya mau sikat gigi kalau diberi hadiah. Atau hanya mau sekolah bila dibelikan mobil. Terbiasa diiming-imingi, kesadaran diri tidak tumbuh. Sebaliknya, kalau tak naik kelas dianggap aib. Sekolah diartikan sebagai selalu naik kelas. Bukankah di kehidupan nyata sukses tertunda/gagal (juga) akan mewarnai perjalanan, bukan hanya sukses. Minat tak mutlak terpetakan oleh kurikulum. Belum lagi tak semua guru bisa menggugah minat. Maklum, murid banyak, karakter juga beragam. Minat sering ditemukan justru secara ”ekstrakurikuler”.
Di era IT, saat aneka produk industri berlomba menggoda, sudah sangat bersyukur bila anak tidak memakai kaca mata (karena mata minus), gigi tidak lubang, tidak larut gaya hidup serba instan, tetap suka sayur dan buah. Juga, sangat bersyukur anak bisa tetap menikmati minat/hobinya, tetap bangkit dari kegagalan dan berprestasi.Bahkan, saat harus berbeda (minat/pendapat) dengan orang tua. Ketika definisi berbakti harus direvisi. Agar berbakti tidak disalah arti ambisi orang tua mendominasi. Untuk memberi kesempatan buah hati aktualisasi diri. Meski rasa khawatir (bisa) membayangi. ”While we try to teach our children about life, our children teach us what life is all about” (Angela Schwindt).
Purnomo Iman Santoso-EI Villa Aster lI Blok G No 10 Srondol, Semarang 50268


Hari ke 345 di 11-12-13

Harian Suara Merdeka tanggal 19 Desember 2013


Tengah malam biasa terbangun untuk berdoa dan kemudian menonton sepak bola. Tapi, kali ini meski terjaga, entah kenapa, hanya terdiam bahkan beranjak pun enggan. Tampaknya Sang Pemberi Hidup, dengan kuasanya yang tak terbatas, ”menghipnotis” dengan menghentikan semua energi dan catu daya, untuk betul-betul diam.
Sebagai gantinya, imaginasi pun segera menggembara menembus batas ruang dan waktu. Semua terkait ”investasi” selama ini atas waktu yang telah dipinjamkan oleh Sang Pemilik. Kilasan peristiwa silih berganti atas apa saja yang sudah dilakukan, dikerjakan, dihasiikan, dibagikan, bahkan diberikan untuk sesama, atas segala berkat yang telah didapat. Di keheningan tengah malam, di sela titik air hujan menetes pelan, episode demi episode berputar dengan kecepatan teratur seperti putaran proyektor film di gedung bioskop ”misbar” (gerimis bubar) sebelah rumah, semasa kecil. Ada yang sudah, sedang, tapi juga ada yang belum terwujud seperti yang diharapkan dan masih berproses.
Ada yang pencapaian sesuai harapan, tak sedikit yang surprise. Ada juga yang sama sekali di luar rencana dan niat, namun terjadi nyata. Banyak yang menghasilkan kepuasan batin dan gelak tawa bahagia. Meski ada juga yang memunculkan kekhawatiran, kesedihan hingga kejengkelan pada diri sendiri. Banyak yang disyukuri. Namun ada saja lakon kehidupan yang sama sekali belum bisa dipahami. Sehingga, sejujurnya, saat bersyukur karena diberi karunia kesehatan, keselamatan, rejeki untuk terus menginvestasikan waktu sebanyak-banyaknya untuk berkreasi, beraktivitas, berbagi manfaat.
Bersyukur selalu dibimbing untuk mengeksekusi ide dengan melakukan langkah nyata. Sederhana saja, bersyukur dengan mencari hal-hal yang relevan. Muncul rasa ikhlas untuk semua yang sudah dialami dan dijalani selama ini. Apapun itu. Sambil menyuarakan suara batin, apa adanya, untuk lakon hidup yang senang tak minta ditambah-tambah, juga jangan dikurang-kurangi, kalau untuk keberhasilan yang masih tertunda, tak minta dikurang-kurangi tapi juga jangan ditambah-tambah. Biarlah semua itu sesuai jatah waktu yang harus dilalui. Fair-fair saja.
Tak boleh enaknya maupun benernya sendiri. Apalagi terhadap Sang Pemilik Waktu. Inginnya berdoa, yang terjadi dominasi ”curhat” pada Tuhan. Beruntung, di penghujung kontemplasi, entah dari mana, tiba-tiba melintas ungkapan bijak ”with God all things are possible”. Ungkapan Ini ibarat mantra untuk diri.
Selalu diimani dan diamini. Mudah-mudahan permohonan- permohonan yang selama ini dipanjatkan dan segala upaya sepenuh hati yang dilakukan, layak untuk menjadi bagian dari kehendak-Mu dan rencana- Mu. Dan... dalam tarikan dan hembusan nafas teratur, akhirnya ...kembali tertidur...
Subuh cuaca mendung, setelah hujan rintik-rintik menemani perjalanan sepanjang malam. Pagi, matahari malu-malu dan tak secerah bulan sebelumnya.Suasana khas menjelang Hari Natal. Bersiap menyambut start hari ke-1 di tahun 2014 dengan terus menjaga semangat, berkarya terbaik, tapi sekaligus berserah dan terus seimbangkan ”soul-body-mind”. Untuk mewujudkan mimpi yang sudah menjadi harga hidup. Hitung hitung ini hari ke-345, di tanggal, bulan, tahun yang istimewa 11-12- 13, yang mungkin tak ditemui Iagi. Suasana sejuk menyapa hari-hari tersisa yang terasa menjadi lebih cepat berlalu, melaju menuju finish hari ke-365 di tahun 2013. Indahnya Desember. Selamat Natal, 25 Desember 2013, dan Tahun Baru, 1 Januari 2014.
Purnomo Iman Santosa-EI Villa AsterII Blok G No 10 Srondol, Semarang 50268

Friday, December 06, 2013

Tahu Bandungan dan Microsoft

Suara Merdeka tanggal 7 Desember 2013

Sejak jalan Raya Bergas dibeton, perjalanan Ambarawa-Semarang PP menjadi lebih cepat bila lewat Bandungan. Selain lebih lancar, juga bisa mampir pasar untuk beli buah. Oh ya, selain itu juga beli tahu. Sekian lama, sebagai pelanggan kalau lewat/atau bahkan sengaja ke Bandungan selalu tidak lupa mampir ke tempat penjualan tahu.
Kalau diperhatikan, banyak yang menjajakan tahu dengan merk sama, kemasan pun (hampir) sama semua, bahkan dengan huruf-huruf kanjinya. Pada suatu kesempatan saya berbincang dengan pegawai. Dulu, semua tahu yang dijajakan saya pikir karena kemasan (sekilas) sama, merk juga sama, itu produksi dari satu pabrik.
Dari pegawai mendapat informasi ternyata tidak satu pabrik. Saya singgung masalah banyaknya tahu yang sangat mirip dan dijajakan sepanjang jalan menuju pabriknya. Kalau pelanggan pasti sudah paham. Namun bagi orang dari lain kota, mungkin bisa terkecoh. Tak masalah, anggaplah mungkin harga hampir sama.
Hanya saja, misalnya terjadi perbedaan kualitas, bukankah bisa mempengaruhi pandangan konsumen dan bisa komplain ke tahu merknya. Om Shin, begitu saya panggil pemilik, kebetulan mendengar perbincangan kami, cuma tersenyum bijak, tak komentar. Dia berujar, yang penting (dia) jaga kualitas tahu produknya.
Kelihatan sekali Om Shin berserah saja.Terasa ada semangat berbagi berkat. Malah kalau beli tahu langsung di outletnya, bungkusnya plastik tanpa merk. Mungkin karena produk tahunya disamping telah menafkahi banyak orang/keluarga yang menjadi karyawan, juga menginspirasi lingkungan, menggerakkan masyarakat untuk berkarya dan produktif membuat tahu.
Kilas balik. Awal Mei 2008, Indonesia mendapat kunjungan Bill Gates, orang terkaya di dunia yang sekaligus pemilik raksasa komputer Microsoft. Entah ada kaitan atau tidak, antara menjelang dan sesudah kunjungan, sempat ramai terdengar ada operasi dari pihak berwenang ke kantor-kantor, toko-toko komputer, antara lain untuk memeriksa komputer yang dipakai. Banyak orang awam ikut resah. Waktu itu sempat menangkap informasi kalau komputer harus ”built up”, kalau “jangkrikan” akan kena sanksi hukum, karena ada undang-undangnya. Dendanya mahal, begitu info dari mulut ke mulut.
Kembali ke tahu bandungan. Kearifan pemilik merespon tentang banyak tahu yang mirip dengan produknya itu satu sikap bijak yang harus diacungi jempol. Hanya saja dari sisi lain, yaitu sisi otoritas pemberi izin usaha, semestinya harus ada perlindungan terhadap pemilik merk. Banyak aturan dan perundang-undangan yang mengatur kegiatan usaha. Membuat nama badan hukum, identitas perusahaan tidak boleh sama/mirip dengan yang sudah ada. Biasanya akan diminta diganti untuk dicarikan nama/identitas lain, agar bisa disahkan sesuai ketentuan yang berlaku.
Seharusnya tak sebatas pada saat pendirian. Namun saat sudah berjalan pun perlu ada pengawasan, agar ada perlindungan terhadap pemilik merk yang sudah mengurus dengan mencurahkan tenaga, waktu, biaya, pikiran, dari awalnya. Kalau demi Microsoft saja pihak berwenang menegakkan perundangan yang berlaku, mestinya hal yang sama dilakukan untuk tahu bandungan yang konon mengawali usaha sejak tahun 1970-an. Dan jangan lupa, tahunya seperti sudah menjadi ikon Bandungan. Kalau ingat Bandungan, pasti ingat tahu.
Apa jadinya kalau hal ini dibiarkan lalu dimanfaatkan oleh negara lain. Apa jadinya kalau Tahu Serasi Om Shin tahu-tahu diklaim juga sebagai produk negara serumpun karena namanya juga berbau Melayu. Sehingga saat kedelai mahal, lndonesia bisa dibanjiri tahu merk sama yang sebenarnya impor. Mungkin ini dianggap perandaian yang konyol. Apa sih arti tahu? Demikian pikiran orang pintar. Berlebihan? Tidak. Sepanjang jalan Pringsurat tetap dipenuhi pedagang kelengkeng, meski pohon kelengkeng lokal belum berbuah. Bahkan berbunga pun belum. Kalau dicermati, ternyata berdus-dus kelengkeng Bangkok/impor yang dijajakan sepanjang jalan.
Kalau itu terjadi, tentunya banyak yang dirugikan. Pemilik merk tahu yang asli maupun yang mirip-mirip, hingga pekerja pun akan kena imbas, bila tak ada perlindungan terhadap merk dan karya. Hitung-hitung sebagai persiapan untuk melindungi tahu karya anak bangsa, mengingat tahun 2015 masuk era perdagangan bebas.
lngat Iho banyak tahu beken di Indonesia. Tahu Bah Kacung Kediri, Tahu Murni Tegal. lni baru tahu. Kuliner dan produk lain asli Indonesia yang terkenal masih banyak. Perdagangan bebas tentunya tidak boleh diartikan sebagai perdagangan sebebas-bebasnya. Izin usaha pun tak sepatutnya dimaknai hanya semata sumber pendapatan asli daerah (PAD). Karenanya perlindungan dan pengawasan terhadap merk dan identitas perusahaan/merk, harus jadi perhatian seksama. Juga agar etika tetap terpelihara.

Purnomo Iman Santoso-EI
Villa Aster II Blok G No 10
Srondol, Semarang 50268

Tuesday, December 03, 2013

Jasa Keuangan Tak Dikelola Sosok Setengah Dewa

Harian Suara Merdeka tanggal 4 Desember 2013

Teringat presentasi asuransi untuk pendidikan anak, manajer asuransi menjelaskan tentang reputasi perusahaannya hingga manfaat produknya. Sampai ke sesi tanya jawab, tiba-tiba ada pertanyaan yang agak membingungkan. Bagaimana kalau peru­sahaan asuransinya bangkrut?
Manajer asuransi tampaknya tak siap. Setelah itu bermunculan pertanyaan dari peserta dan semua dijawab tuntas. Perta­nyaan saya disinggung pun tidak. Pertanyaan sejujurnya yang saat itu melintas tampaknya membuat kurang berkenan. Dikira tidak relevan.Tak lama berselang, sekitar pertengahan tahun 1992, Bank Summa kalah kliring dan berujung kebangkrutan.
Bagaimana mungkin bank, tempat uang, kok bangkrut? Saat itulah proses mengenal lebih jauh industri keuangan dimulai. In­dustri keuangan diidentikkan de­ngan tempat berkumpulnya orang pilihan dari segi skill, smart, juga integritas. Konon pada fit and proper tes yang dilakukan Bank Indonesia, integritas mendominasi. Integritas mutlak untuk yang berkecimpung di industri ini. Bobotnya mencapai 40% dari total penilaian. Tahun 1998 Indonesia diguncang krisis moneter. Bank berguguran. Tak jelas apa ada perusahaan asuransi yang bangkrut, yang pasti banyak kelimpungan.
Pertengahan September 2008, giliran dunia yang terguncang. Diberitakan, sebuah perusahaan jasa keuangan papan atas di Amerika bahkan dunia, yang berdiri tahun 1850, berusia 158 tahun, bernama Lehman Bro­thers, bangkrut. Belakangan diketahui, dari gu­gatan para pemegang saham penyebabnya adalah akibat direksi, termasuk CEO Lehman Brothers, Richard Severin Fuld Jr berbohong soal kinerja keuangan.
Di penghujung tahun 2008 terjadi penipuan di Wall Street. Kor­ban­nya? Bank, perusahaan asuransi, sutradara, aktris, universitas, ya­ya­­san. Semuanya terkemuka di Ame­­rika dan dunia. Dalangnya Ber­­nard Madoff, mantan ketua Nas­­daq, bursa saham khusus per­u­sa­haan tek­nologi. Jumlah dana in­ves­tasi yang ditilep 150 miliar dolar AS. Dia dihukum 150 tahun penjara. Akibat krisis keuangan melanda Amerika tahun 2009, lembaga penjamin simpanan di Amerika, Federal Depo­sit Insu­rance Corp, nyaris bang­krut, karena kekurangan dana akibat ba­nyak­nya bank yang ber­masalah. lnvestor biasa­nya diberitahu peringkat terkait pe­rusa­haan/ne­gara/surat berharga.
Peringkat dilakukan oleh lembaga pemeringkat kelas wahid yang integritasnya prima. Tahun 2011 ada berita di media, ”Bos Standard & Poor”s Digan­ti”. Presiden S & P, Deven Shar­ma diganti Douglas Peterson. Penyebabnya S & P dicurigai memberikan peringkat baik untuk obligasi yang sebenarnya tak bermutu. Belakangan, S & P juga diketahui memberi peringkat AAA/tertinggi pada Lehman Brothers hingga detik terakhir kebangkrutannya.
Nah, kalau menengok kejadian-kejadian itu, industri jasa keuangan bukan dikelola sosok-sosok setengah dewa. Meski brillian, lulus uji integritas, senior, tetaplah manusia biasa yang kodratnya tak sesempurna setengah dewa sekali pun. Alkisah, di tempat uang bersemayam banyak setan bergentayangan. Jadi, bila tak kuat iman, tak tahan godaan setan, hasil lulus uji fit and proper pun bisa berantakan, bangkrut. Meski perusahaan kali­ber dunia sekali pun jawabannya bisa bangkrut. Bu­kannya karena tidak piawai, tapi bila menga­baikan fair dan win-win. Bila abaikan ceng­lie (adil) dan liangsim (nura­ni).
Informasi ini hanya sebagai penyeimbang di tengah rutinitas sehari-hari yang sarat dominasi kalkulasi untung dan rugi. Dengan seimbang paling tidak melatih punya kontrol diri. Cerdas tanpa harus membung­kam, menggadai­kan maupun mengkhianati nurani, demi materi yang membuat me­nye­sal di kemudian hari. Infor­masi berimbang, termasuk kepada klien, adalah bagian dari Inte­gri­tas. Ter­biasa saling mengingatkan untuk menjaga integritas akan terus me­lahirkan profesional-profesional unggul. Industri jasa keuangan In­donesia pun akan jadi unggulan dan memberi manfaat bagi kita, sesuai tujuan mulia saat pendiriannya.

Purnomo Iman Santoso-El
Villa Aster II Blok G No 10
Semarang 50268