Sunday, December 14, 2014

Angkutan Umum,Contohlah PT KAI

Harian Suara Merdeka tanggal 15 Desember 2014

Oktober 1986, saya pertama kali singgah di Terminal Terboyo yang masih relatif baru. Dari bus Purwokerto – Semarang, pindah ke bus jurusan Semarang – Kudus. Bus ngetem dulu di Jalan Raya Kaligawe, terus mengisi penumpang yang akan ke Kudus sampai penuh sesak. Mungkin karena tujuannya ke Kota Kretek, bus dipenuhi asap rokok. Saat ngetem, dalam bus seperti berkabut. Baik ke Purwokerto (hari Sabtu) atau sebaliknya ke Semarang – Kudus (hari Minggu) bus selalu penuh sesak. Tak hanya tempat duduk, lorong pun berisi penuh penumpang. Ada kenangan tak terlupakan. Menjelang pertigaan Bawen ke Ambarawa dan sebaliknya, kondektur dan kernet akan beri aba-aba ”rata tempat duduk… jongkok, jongkok…” Serempak penumpang yang berjubel berdiri berusaha menekuk lutut sedemikian rupa agar dari luar penumpang tampak rata tempat duduk. Setelah lewat pos polisi, berdiri lagi. Semua itu dilakukan agar tidak kena tilang. Sangat tidak nyaman. ltu yang dilakoni minimal sebulan 2 kali dengan bus jurusan Purwokerto – Semarang, Semarang – Kudus pp tahun 1986-1991. Belum termasuk saat arus mudik dan balik Lebaran. Penuh sesaknya bus waktu itu karena peningkatan mobilitas warga tak diimbangi tersedianya sarana transportasi umum. Hanya ada bus. Travel, disamping tarifnya lebih mahal, kapasitasnya terbatas. Penjual sepeda motor merespons ketidaknyamanan transportasi umum ini dengan memberi kalkulasi antara ongkos transportasi umum per bulan dibanding angsuran beli kredit sepeda motor per bulan. Juga kelebihan – kelebihannya, tidak ngetem, tak dioper-oper, keamanan dll, juga bisa dikaryakan untuk ojek. Masuk akal. Sebelum krismon, penjualan didominasi kendaraan niaga dengan debitor dari kalangan dunia usaha. Tahun 2000, pasca-krismon, uang yang menumpuk di perbankan bagaimanapun harus berputar agar bank tidak rugi (lagi).
Dunia usaha masih lesu. Maka disasarlah kalangan fixed income earner (berpenghasilan tetap / karyawan). Tentunya tidak dengan memasarkan kendaraan niaga. lndustri otomotif memassalkan produksi kendaraan keluarga, juga sepeda motor. Meningkatnya kriminalitas di transportasi umum dan adanya dukungan pembiayaan dari dunia perbankan membuat kredit kendaraan bermotor (pribadi) marak. Sepeda motor yang sebetulnya untuk jarak pendek, mulai digunakan untuk antarkota / jarak jauh. lnovasi dan agresifnya industri otomotif berdampak pergeseran. Kendaraan tak lagi sebatas sarana transportasi tapi juga ”life style”. Beli kendaraan pun bisa karena ada model baru. Satu keluarga bisa punya beberapa kendaraan roda 4 dan roda 2 sekaligus. Sejak itulah secara pasti jalanan mulai disesaki roda dua dan roda empat. Dampak swasembada – swadaya transportasi oleh masyarakat ini adalah turunnya penumpang .
Sisi lain, kecelakaan lalu lintas meningkat signifikan. Upaya preventif antara lain membangun ”monumen” eks kendaraan ringsek karena kecelakaan hebat (dulu di pertigaan Bawen).
Sosialisasi safety driving – safety riding, informasi lakalantas (MD = meninggal dunia, LB = luka berat, LR = luka ringan) di lokasi – lokasi strategis hingga light on tak lagi mudah dijumpai.
Hingga tahun 2014, dengan produksi lebih – kurang 7 juta unit motor / tahun + 1 juta unit mobil / tahun terserap pasar, cara tersebut tak efektif. Kecelakaan bukannya menurun, sebaliknya di jalan raya berlaku hukum rimba.
Berperan Lebih
Melihat kondisi ini, saat tepat pemerintah kembali berperan lebih. Stasiun Tawang kini ada ruang tunggu, toilet, dan bersih. Sarana – prasarana dibenahi, prioritasnya ketertiban, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan pengguna. Lebaran, penumpang KA duduk sesuai kapasitas kursi.
Langkah bagus ini perlu segera diikuti pembenahan terminal dan halte termasuk armadanya di darat, laut, dan udara agar saat masyarakat memutuskan beralih ke transportasi umum, tak kewalahan dan tak ada lagi kondisi tak manusiawi.
Purwokerto – Semarang PP ditempuh aman, tepat waktu dan nyaman dengan KA Kamandaka. PT KAI telah memelopori, mendobrak stigma mission impossible menjadi mission I’m possible.

Purnomo Iman Santoso-EI Villa Aster II Blok G No 10 Srondol Semarang 50268