Sunday, October 30, 2005

Reputasi vs Profesional

Harian “Suara Merdeka” , 30 Oktober 2005

Sebagai alternatif Sarung Tinju Emas yang telah kondang ,saat ini berlangsung kejuaraan tinju Kantong Bersih.Kejuaraan diikuti 2 grup sasana tangguh.
Grup Pertama terdiri atas Sasana TasTipikor ,Sasana KPK ,Sasana PPATK. Sasana ini dibina oleh orang-orang bereputasi bagus.
Grup Kedua terdiri Sasana KPU,Sasana Polri ,Sasana Sekretariat Negara yang dilatih oleh orang-orang profesional.
Kejuaraan sedang berlangsung.Petinju sasana KPK masih unggul.Berhasil pukul RSC,TKO,KO petinju Kelas Bulu sasana KPU.Beberapa petinju dari sasana KPU yang mestinya bertanding ,namun batal.Ada yang keburu pindah sasana karena perlu sparring partner tangguh untuk perkokoh double cover nya agar tetap bisa bertahan. Petinju yang lain try out ke luar negeri.Hanya sempat beri coaching clinic karena sibuk jadi Playing Captain untuk Team Brigde yang bertanding ditempat netral.
Tim Sasana TasTipikor juga unggul dengan pukul KO tiga petinju tangguh Kelas Menengah dari sasana Bank Mandiri .Namun, tantangannya di kelas Berat belum dapat jawaban karena sasana Sekretaris Negara minta partai tunda. Timnya sedang dilatih keras cha-cha dance dulu agar footwork nya semantap Chris John, sehingga terampil berkelit.
Tim sasana PPATK goyahkan pertahanan petinju kelas Berat Ringan dari Sasana Polri.Pukulan kombinasi jab,straight,uppercut,hook cepat dan telak kena bagian sensitif.Sayang,killing punch yang ditunggu belum dikeluarkan ,malah si petinju ber shadow boxing diatas ring. Tampaknya petinju PPATK ini juga entertainer bak Naseem Hamed.Penonton khawatir sang petinju yang sudah diatas angin lengah dan jatuh Knock Out kena pukulan lucky Blow lawan. Cheerleaders terus menyemangati dengan menyanyikan yel-yel “Kalau Bersih ,Kenapa Harus Risih”.Juri konsentrasi,harus adil.Penonton jeli dan tak mau (lagi) dikelabui.


Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,
Semarang 50268


Friday, October 28, 2005

Rahasia Tak Sama Dengan Bungker

Harian “KOMPAS” edisi Jawa Tengah , 28 Oktober 2005

Dengan dalih Rahasia Bank, rekening koruptor sulit diusut. Keingintahuan dijegal pernyataan: sedang dalam penyelidikan,menunggu ijin BI+ buying time +deponer.
Rahasia Negara jadi benteng kokoh pelaku pelanggaran HAM .Ia tetap tampil prima tak berdosa sebagai tokoh. Keingin tahuan dihentikan dengan ungkapan”bijak”. Lupakan,ada masalah bangsa yang lebih mendesak.
Sumpah Prajurit ke 5 “Memegang segala Rahasia Tentara sekeras-kerasnya”, membuat kompi Brimob,team Mawar Kopasus korbankan nuraninya. Suatu kefatalan,pertanggungjawaban cukup dikemas vonis “kesalahan prosedur”. Padahal, sumpah 1 s/d 4 tak boleh diabaikan.Apalagi di Sapta Marga ke 3 “Kami ksatria Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan YME serta membela kejujuran, kebenaran dan keadilan”.
Yang ditindak hanyalah Satpam dan karyawan lapis bawah di Mahkamah Agung.
Rahasia yang seharusnya untuk lindungi yang berkaitan dengan etika justru tempat berlindung pelanggar etika .Kerahasiaan lembaga yang mengelola para Agen Rahasia tak tersentuh sehingga terkesan menjadi negara dalam negara. Aneka rahasia tidak boleh menjadi bungker bagi para pelaku penyalahgunaan wewenang yang mengusik rasa keadilan khalayak.



Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,Semarang 50268
Warga Epistoholik Indonesia


Wednesday, October 26, 2005

Insentif "No" ,Kondusif "Yes"

Harian “KOMPAS” edisi Jawa Tengah, 26 Oktober 2005

PLN naik ,siap argumentasi.Telkom menyusul,siap kalkulasi.PDAM tak sabar menanti, disiapkan formulasi.BBM naik,siap dalih pengalihan subsidi. Pemerintah terus meminta semua lapisan memahami. Melalui para pejabat, minta dukungan dan pengertian rakyat. Betulkah begitu sulitnya masyarakat memahami kebijakan pemerintah, hingga para pejabat sampai harus memohon-mohon kepada rakyat?
Baik yang setuju maupun tidak setuju,sekarang-(harus mau)setuju, mendukung bahkan mengerti .Dalam kemasan kata-kata indah “menghargai perbedaan pendapat”, sepertinya para pejabat yakin, semua lapisan rakyat cuma bisa menelan petuah pemerintah dan pasrah.
Sepantasnya pemerintah berkomitment mendukung dan mengerti rakyatnya.Tindak TERORIS, jangan lupa pula menindak para “teroris” yang suka meneror warga.Putuskan mata rantai tradisi para pemalas yang mau hidup enak dengan jadi pemalak partikelir maupun resmi.Dukung yang tetap kreatif,produktif dan kompetitif. Yang dibutuhkan adalah situasi Positif dan kondusif yang dapat dirasakan semua pihak. Apa arti insentif kalau pemerasan merajalela.Kondusif Yes,Insentif No.


Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,Semarang 50268
Warga Epistoholik Indonesia


Saturday, October 22, 2005

Miskin Tak Sama Dengan Malas

Harian “SUARA MERDEKA” , 22 Oktober 2005 dan 28 Oktober 2005

Disatu sisi penyaluran dana kompensasi BBM memang berkesan populer.Disisi lain penerimanya bukan orang yang suka bermalas-malasan apalagi minta di belas kasihani.Lihat pemulung yang dekat dengan kaum miskin.Tua-muda, pria-wanita, gigih dari pagi hingga sore,berkarya demi sesuap nasi. Saya pernah lihat acara reality show dimana seorang pengemudi becak dengan ikhlas berikan uang penghasilannya pada seorang anak yang (pura-pura) minta bantuan beli buku. Kemalasan,minta belas kasihan tidak identik(milik)warga miskin.Banyak justru dari mereka yang berkelimpahan materi.Berdasi-tak berkarya tapi mau hidup enak. Bersafari,tak segan korupsi.Sok akademisi,beli gelar tanpa mau giat studi.Punya modal untuk semir rambut,tatto,beli miras,hanya jadi pemalak.
Dana kompensasi BBM lebih pas bila birokrasi(yang tugasnya melayani) salurkan untuk sembako murah/bersubsidi,pendidikan dan kesehatan gratis yang tepat sasaran untuk warga miskin.Dengan sehat terdidik, wawasan makin terbuka lebar dan paradigma semakin maju.
Ini akan jadi investasi di bidang SDM yang luar biasa.Bangsa yang sehat dan cerdas adalah senjata paling ampuh dan proses paling tepat untuk berantas kemiskinan.Hanya memberi uang tunai,terlalu instan. Kalau “serangan fajar”,sepertinya terlalu dini.
Semoga bukan tradisi money politics,budaya suap-menyuap yang melandasi pemikiran ini . Yang pasti Miskin tak berarti Malas.Jangan kaget kalau penyaluran dana kompensasi kembali meleset.


Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,
Semarang 50268


Tuesday, October 11, 2005

Tak akibat Malas

Harian “KOMPAS” edisi Jawa Tengah ,11 Oktober 2005

Pro dan Kontra penyaluran dana kompensasi Bahan Bakar Minyak(BBM) merebak. Disatu sisi penyaluran dana kompensasi BBM memang terkesan populer.Disisi lain ,yang luput dari perhatian, adalah bahwa warga miskin yang sesuai BPS berjumlah ± 15 juta orang ini, bukanlah akibat kemalasan. Mereka bukanlah orang-orang yang suka duduk manis ,dapat uang.Kita lihat profesi pemulung yang sangat dekat dengan kaum miskin.Mereka gigih dari pagi hingga siang terik ,berkarya demi sesuap nasi.Kemiskinan tidak membuat mereka malas, apalagi minta di belas kasihani.Kemiskinan mereka karena wawasan tidak terbuka akibat pendidikan yang rendah. Kemalasan tidak identik milik warga miskin.Banyak yang berkelimpahan materi tetapi malas. Dana kompensasi BBM lebih pas bila birokrasi mau repot menyalurkan untuk memberikan sembako murah, pendidikan dan kesehatan gratis yang tepat sasaran untuk warga miskin.



Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,
Semarang 50268
Warga Epistoholik Indonesia


Monday, October 03, 2005

TNI Jangan Kecil Hati

Harian “Suara Merdeka”,03 Oktober 2005

Bencana Aceh,Nias disusul diusiknya kedaulatan RI oleh Malaysia di gugus Ambalat telah memunculkan komentar tentang minim dan kunonya persenjataan TNI. Apapun kondisi senjata yang ada,memang baru ini yang bisa disediakan rakyat.Harus dirawat dan digunakan sebagaimana mestinya.Tidak perlu panik dengar Malaysia tambah senjata,tidak perlu risau senjata kalah modern dengan negara2 tetangga. Justru kecanggihan persenjataan hanya membuat ketergantungan tinggi pada alat. Lihat Vietnam.Dilecehkan Perancis dengan sebutan Vietminh, dipandang sebelah mata Amerika dan dijuluki Vietcong. Dengan berbekal cinta bangsa negara yang sangat dihayati secara mendarah daging, bersahabat dengan alam, senjata termasuk tradisional, tetap tangguh dan berhasil usir penjajah. Jangan lupa, Arek Suroboyo dibawah Bung Tomo, bersenjata ala kadarnya mampu merepotkan pasukan Inggris .
TNI harus jadi Pasukan Berani Hidup ,professional istimewa.Dengan kualifikasi berbakti pada ibu pertiwi dan jago tempur,bukan kualifikasi untuk jadi Bupati maupun Gubernur.Disiplin tinggi, berlatih teratur, hayati-amalkan sumpahnya, dedikasi tanpa syarat kepada bangsa negara. Daripada dana dipaksakan untuk beli senjata dan memboroskan devisa, sebaiknya untuk perbaiki kesejahteraan TNI(dan Polri) lebih dulu.Karena pada akhirnya The Man Behind The Gun yang paling menentukan effektivitas suatu senjata.Jangan Kecil Hati TNI.
Satu mesin mungkin bisa menggantikan dan menyamai kualitas 50 orang pekerja biasa.Namun, tak satu pun mesin sanggup menggantikan dan menyamai kualitas seorang pekerja istimewa. Elbert Hubbard (1817 – 1895, pengarang, AS)

Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,
Semarang 50268