Friday, May 17, 2013

Indahnya Imaginasi

Harian Suara Merdeka tanggal 17 Mei 2013

Ketika anak-pertama masih balita, sering dikomentari  ''kok (anaknya) dibiarkan corat-coret dinding, kan (jadi) kotor''. Juga ketika anak kedua, ''kok mainannya dibiarkan dipreteli? Sayangkan, baru beli sudah rusak''. Belum lagi almari, tempat tidur, dinding kamar tidur ditempel-tempel stiker Sailormoon, Power Ranger, Mickey Mouse, gambar buah, motor gede hingga tim sepak bola.
Waktu itu tidak bisa mendefinisikan, kenapa hal-hal tersebut dibiarkan. Meski bukan orang yang rapi, tapi senang kebersihan. Namun spontan dan senang saja kalau melihat anak-anak asyik dengan dunianya melalui  beraktivitas. Dinding toh bisa dicat lagi, meski kemudian dicorat-coret lagi. Mainan juga biar dirakit lagi. Kalau sudah amburadul ya apa boleh buat, suruh nabung dulu kalau mau beli mainan baru.
Yang dilarang keras justru kalau anak tak beraktivitas. Ada suatu masa di usianya, anak-anak sempat nyaris kecanduan nonton televisi dan main game HP. Pada masa-masa ini, konsentrasinya (khususnya kalau nonton film yang tak mengedukasi, kekerasan) atau bermain HP, saya ganggu  terus. Dengan memberi tugas disuruh ke warung sebelah, jalan-jalan, dibonceng sepeda motor putar-putar sekitar rumah, main bulu tangkis, sepak bola, renang, membuat kolam, minta bantuan membersihkan bak air, merawat hamster, kelinci, kura-kura, anjing, atau dibelikan buku bacaan tentang cerita anak, binatang, tokoh, dan lainnya.
Pokoknya tidak boleh bengong di depan televisi, kecuali kalau nonton pertandingan olahraga seperti basket, sepak bola,bulu tangkis.
Masih ditambah jurus menakut-nakuti seperti, hati-hati nanti monster/tokoh jahatnya mengikuti sampai tempat tidur lho (waktu itu sedang seru-serunya film Power Ranger, smackdown, dan sebagainya).
Biasanya anak-anak bertanya, lha terus bagaimana biar monsternya tidak mengikuti? Saya jawab: Jangan nonton televisi berlama-lama, biar monsternya tidak nempel. Kemudian kalau mau tidur berdoa pada Tuhan, biar tidak diganggu monster. Anak saya biasanya tanya: Lho kok bisa? Saya jawab karena Tuhan Super Hero, jadi semua monster jahat pasti takut dan kalah sama Tuhan. Kan Tuhan sayang anak-anak.
Satu lagi yang saya sangat larang tanpa kompromi. Yaitu gigi tidak  boleh berlubang. Tidak mengonsumsi permen maupun snak berlebih.
Penggantinya, banyak makan sayur, buah. Anak-anak harus merawat gigi sendiri secara baik sejak dini agar tidak sakit gigi.
Ketika anak-anak mulai sekolah, doktrin saya ke anak-anak: Yang kamu senangi upayakan mahir. Yang tidak kamu senangi minimal harus bisa. Pokoknya, disenangi atau tidak, harus yang baik-baik dan bermanfaat. Boleh salah tetapi tak fatal.
Dalam proses mewujudkannya, tak jarang sebagai orang tua harap-harap cemas , khawatir, korban perasaan, hingga disalahkan. Karena belum tentu yang disenangi anak sama dengan kesenangan orang tuanya. Belum lagi kebetulan anak-anak banyak disayang oleh paman, tante, hingga kakek/neneknya.
Sekarang anak-anak sudah dewasa. Kisah tersebut menjadi kenangan yang berkesan. Lepas dari kesalahan yang sangat mungkin terjadi, saya bersyukur sudah melakukan semua itu. Tidak ada teorinya.
Semua itu dilakukan hanya didominasi naluri, dan sebagian lagi pengalaman masa kecil. Tak tahu apakah secara teori sudah benar dalam mendidik. Tapi seiring berjalannya waktu, saya merasa bersyukur.
Bersyukur karena dengan segala keawaman, sebagai orang tua telah melakukan pembiaran agar imajinasi anak-anak terus hidup berkembang. Bersyukur sejak dini tidak memasung imajinasinya demi memuja logika  semata, tidak pernah mengajarkan anak untuk takut Tuhan. Bersyukur sudah mengenalkan Tuhan kepada anak dengan imajinasi anak-anak (Tuhan super hero dan sahabat anak-anak. Maha pengasih).
Bersyukur tidak mengenalkan Tuhan kepada anak dengan logika orang dewasa/orang tua (Tuhan disosokkan seolah seperti aparat penegak hukum yang suka menghukum).
Bersyukur juga hingga dewasa anak-anak giginya sehat dan tidak ada yang berlubang. Konon, logika akan melatih berpikir sistematis dari A sampai Z, tapi imajinasi adalah dari A hingga tak terhingga. Imajinasi itu perahu paling tepat untuk mengarungi lautan realitas (Jules de Gaultier).

Purnomo Iman Santoso-EI
Villa Aster II Blok G No 10
Srondol, Semarang 50268

Friday, May 10, 2013

Andaikan Uangku Sebanyak Milik Gayus

Harian Suara Merdeka tanggal 10 Mei 2013

 
 
Saat bertandang di rumah kawan, di tumpukkan koran lama tertanggal 9 Desember 2010, ada berita yang spektakuler. "Gayus Simpan Rp 7 M di Rumah ".

Demikian head line berita di harian itu. Berita selanjutnya disebutkan bahwa total uang sebenarnya Rp 35 miliar, karena selebihnya disimpan di rekening beberapa bank.

Tersentak dan terhenyak membayangkan tumpukan 7 miliar di dalam rumah. Meski berujud uang kertas asing berapa almari yang dibutuhkan? Saya tak yakin apakah ada pengusaha besar atau bahkan konglomerat yang memiliki uang tunai sebesar itu di rumah. Untuk rumah pengusaha biasanya adanya inventory/stock, piutang, daftar gaji karyawan, dan utang. Uang tunai miliaran mana ada?

Andaikan saya seorang bankir dan bisa menyisihkan uang Rp 35 miliar, berarti nilai aset bank saya cukup besar. Peritungan awam: Ada ketentuan giro wajib minimum/GWM/ reserve requirement/cash ratio yang ditentukan oleh Bank Indonesia untuk perbankan atas dana masyarakat yang dihimpun.

Misal ketentuan GWM valuta asing dianggap sama dengan GWM rupiah adalah 5 persen dari total dana pihak ketiga/dana masyarakat. Dengan total dana kas di rekening BI berjumlah setara Rp 35 miliar, bank saya telah mampu menghimpun dana pihak ketiga/DPK (dana masyarakat) ekuivalen Rp 700 miliar(100%).

Andaikan dari total DPK sebesar Rp 500 miliar atau 70%-nya disalurkan dalam bentuk Kredit Usaha Menengah dan Kecil/UKM dengan rata-rata nilai kredit Rp 50 juta/debitur, maka bank devisa kecil milik saya beserta cabang-cabangnya siap menarget para account officer untuk menyalurkan kredit ke 10.000 pengusaha UKM.

Bisa dibayangkan multiplier effect yang terjadi, karena kredit tersebut akan menggerakkan perekonomian secara lintas sektor dan melibatkan banyak tenaga produktif kreatif untuk saling menafkahi.

Sebagai penggiat usaha di bidang industri kreatif sulam-rajut yang bersifat orientasi pekerja, saya akan menggunakan uang Rp 35 miliar untuk mengembangkan usaha. Mengadakan pameran bertubi-tubi, sekaligus menjadi marketing officer agar para perajin terus rutin dapat pekerjaan. Akan menyewa stand sulam-rajut di pekan produk kreatif Indonesia yang setiap tahun digelar di Jakarta Convention Centre, sekaligus melibatkan EO untuk menata stand saya agar tampil elegan, berapa pun biayanya.

Akan ikut mengisi pavilliun Indonesia di ajang dunia sekaliber Expo 2010 Shanghai, China, dan terlibat di pameran kelas dunia pilihan. Jadi saya keluar negeri bukan untuk foya-foya dan konsumtif, tetapi untuk tujuan produktif menembus pasar dunia.

Sebagian lagi untuk modal kerja. Mengembangkan usaha secara bertahap dengan menambah persediaan bahan baku, bahan setengah jadi, hingga bahan jadi. Sebagian lagi, juga secara bertahap, untuk membeli sarana penunjang, antara lain berupa sejumlah tempat untuk workshop hingga galeri dan showroom di area yang sudah disurvey layak. Dengan didukung dana sebesar itu, bisa dibayangkan betapa solid posisi tawar saya.

Belum lagi kreditur akan mengantre mengajak bekerja sama memutar uang. Menyerap tenaga kerja untuk menjadi tenaga terampil produktif, angka 10.000-an menjadi biasa.

Dengan standar penghasilan layak untuk hidup sejahtera bersama keluarga tanpa potongan, tanpa repot membuat moratorium pengiriman TKl, pasti tak ada lagi yang tergiur gaji selangit menjadi TKI di luar negeri. Sebagai wajib pajak yang taat pajak, pasti tetap jauh lebih bijak dari Gayus Tambunan. Karena pajak yang dibayar kepada negara pun pasti jauh lebih besar.

Produk kami tak lagi sebatas go nasional namun sudah international. Dengan omset sebesar itu, industri yang berorientasi tenaga kerja, produknya sarat kearifan lokal. Sungguh sangat membahagiakan bagi semua pihak yang terlibat. Semua bekerja dengan hati gembira, hasilnya adalah produk-produk kreatif, unik, berjiwa, yang siap ’’membethot sukma’’ para pelanggan eksis dan pelanggan potensial. Bukan hanya di domestik, tapi juga di manca negara. Produk kami pun berkibar mengharumkan nama Indonesia.

Andaikan duit saya sebanyak milik Gayus Tambunan, uang miliaran itu tak mungkin menganggur, apalagi hanya menyesaki almari di rumah, tanpa tahu mau digunakan untuk apa.

Sambil menjalani mujijat-Nya, sebagai ungkapan syukur atas karunia kepercayaan sang Pencipta yang berkenan menitipkan semua itu, saya akan terus menyeimbangkan tubuh, jiwa, pikiran saya, untuk terus berkarya, berkarya, dan ber-karya. Produktif bermanfaat dan menjadi saluran berkat bagi banyak orang. Selama masih dipinjami waktu.


Purnomo lman Santoso-EI
Villa Aster II Blok G No 10
Srondol, Semarang 50268