Indahnya Imaginasi
Ketika anak-pertama masih balita, sering dikomentari ''kok (anaknya) dibiarkan corat-coret dinding, kan (jadi) kotor''. Juga ketika anak kedua, ''kok mainannya dibiarkan dipreteli? Sayangkan, baru beli sudah rusak''. Belum lagi almari, tempat tidur, dinding kamar tidur ditempel-tempel stiker Sailormoon, Power Ranger, Mickey Mouse, gambar buah, motor gede hingga tim sepak bola.
Waktu itu tidak bisa mendefinisikan, kenapa hal-hal tersebut dibiarkan. Meski bukan orang yang rapi, tapi senang kebersihan. Namun spontan dan senang saja kalau melihat anak-anak asyik dengan dunianya melalui beraktivitas. Dinding toh bisa dicat lagi, meski kemudian dicorat-coret lagi. Mainan juga biar dirakit lagi. Kalau sudah amburadul ya apa boleh buat, suruh nabung dulu kalau mau beli mainan baru.
Yang dilarang keras justru kalau anak tak beraktivitas. Ada suatu masa di usianya, anak-anak sempat nyaris kecanduan nonton televisi dan main game HP. Pada masa-masa ini, konsentrasinya (khususnya kalau nonton film yang tak mengedukasi, kekerasan) atau bermain HP, saya ganggu terus. Dengan memberi tugas disuruh ke warung sebelah, jalan-jalan, dibonceng sepeda motor putar-putar sekitar rumah, main bulu tangkis, sepak bola, renang, membuat kolam, minta bantuan membersihkan bak air, merawat hamster, kelinci, kura-kura, anjing, atau dibelikan buku bacaan tentang cerita anak, binatang, tokoh, dan lainnya.
Pokoknya tidak boleh bengong di depan televisi, kecuali kalau nonton pertandingan olahraga seperti basket, sepak bola,bulu tangkis.
Masih ditambah jurus menakut-nakuti seperti, hati-hati nanti monster/tokoh jahatnya mengikuti sampai tempat tidur lho (waktu itu sedang seru-serunya film Power Ranger, smackdown, dan sebagainya).
Biasanya anak-anak bertanya, lha terus bagaimana biar monsternya tidak mengikuti? Saya jawab: Jangan nonton televisi berlama-lama, biar monsternya tidak nempel. Kemudian kalau mau tidur berdoa pada Tuhan, biar tidak diganggu monster. Anak saya biasanya tanya: Lho kok bisa? Saya jawab karena Tuhan Super Hero, jadi semua monster jahat pasti takut dan kalah sama Tuhan. Kan Tuhan sayang anak-anak.
Satu lagi yang saya sangat larang tanpa kompromi. Yaitu gigi tidak boleh berlubang. Tidak mengonsumsi permen maupun snak berlebih.
Penggantinya, banyak makan sayur, buah. Anak-anak harus merawat gigi sendiri secara baik sejak dini agar tidak sakit gigi.
Ketika anak-anak mulai sekolah, doktrin saya ke anak-anak: Yang kamu senangi upayakan mahir. Yang tidak kamu senangi minimal harus bisa. Pokoknya, disenangi atau tidak, harus yang baik-baik dan bermanfaat. Boleh salah tetapi tak fatal.
Dalam proses mewujudkannya, tak jarang sebagai orang tua harap-harap cemas , khawatir, korban perasaan, hingga disalahkan. Karena belum tentu yang disenangi anak sama dengan kesenangan orang tuanya. Belum lagi kebetulan anak-anak banyak disayang oleh paman, tante, hingga kakek/neneknya.
Sekarang anak-anak sudah dewasa. Kisah tersebut menjadi kenangan yang berkesan. Lepas dari kesalahan yang sangat mungkin terjadi, saya bersyukur sudah melakukan semua itu. Tidak ada teorinya.
Semua itu dilakukan hanya didominasi naluri, dan sebagian lagi pengalaman masa kecil. Tak tahu apakah secara teori sudah benar dalam mendidik. Tapi seiring berjalannya waktu, saya merasa bersyukur.
Bersyukur karena dengan segala keawaman, sebagai orang tua telah melakukan pembiaran agar imajinasi anak-anak terus hidup berkembang. Bersyukur sejak dini tidak memasung imajinasinya demi memuja logika semata, tidak pernah mengajarkan anak untuk takut Tuhan. Bersyukur sudah mengenalkan Tuhan kepada anak dengan imajinasi anak-anak (Tuhan super hero dan sahabat anak-anak. Maha pengasih).
Bersyukur tidak mengenalkan Tuhan kepada anak dengan logika orang dewasa/orang tua (Tuhan disosokkan seolah seperti aparat penegak hukum yang suka menghukum).
Bersyukur juga hingga dewasa anak-anak giginya sehat dan tidak ada yang berlubang. Konon, logika akan melatih berpikir sistematis dari A sampai Z, tapi imajinasi adalah dari A hingga tak terhingga. Imajinasi itu perahu paling tepat untuk mengarungi lautan realitas (Jules de Gaultier).
Purnomo Iman Santoso-EI
Villa Aster II Blok G No 10
Srondol, Semarang 50268