Friday, February 04, 2005

Kisah Ambulance dan Moge

Kisah Ambulance dan Moge
Harian “SUARA MERDEKA” 04 Februari 2005


Bebrapa waktu yang lalu saat saya naik taxi, menyaksikan sebuah ambulance dengan lampu berpijar-pijar dan sirene menjerit-jerit mencoba dan berupaya keras menerobos kemacetan.Melihat tanda dan upaya yang dilakukan,hampir dipastikan ambulance tersebut sedang membawa pasien yang sangat membutuhkan pertolongan segera . Selang beberapa hari kemudian ,dalam perjalanan ke Jogja tepatnya di jalan menjelang masuk Kulon progo, saya berpapasan dengan voorrijders melewati marka jalan dengan lampu menyala dan sirene berbunyi.Mereka meminta kendaraan-kendaraan dari arah berlawanan untuk menepi dan memperlampat kecepatan.Saya amati rombongan yang lewat ternyata sekelompok ±10-15 motor gede (moge)dengan pengemudi yang rata-rata berbadan kekar, berkaca mata hitam sedang memacu kendaraannya.Pada posisi paling belakang sebuah mobil kawal lalulintas polisi sebagai penutup rombongan. Dari cara berkendaraan saya memastikan ,mereka orang sehat bahkan sangat sehat.
Beberapa waktu yang lalu saya juga mengalami hal yang sama.Serombongan moge lewat menjelang masuk Purworejo.Dengan dikawal Polisi meminta kendaraan lain menepi .Karena saya kira tidak perlu berhenti dan lagi sudah merasa cukup menepi,saya terus berjalan pelahan.Sekonyong-konyong ada pengendara moge menyalip kemudian berjalan pelan, setelah itu “me-nepuk2” kap mesin kendaraan saya .Dia juga memberi isyarat dengan tangan agar saya lebih menepi. Kejadian diatas terasa sangat ironis dan mengusik saya.Seberapa penting rombongan Motor Gede sehingga harus dikawal polisi. Mereka sering memacu kendaraannya di jalan umum ,minta prioritas lewat seolah begitu urgentnya.Padahal hanya untuk menyalurkan hobi mahal.Biasanya aparat sangat fasih berdalih tentang peraturan.Simak Pasal 65 UU No.14/1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah(PP) No.43/1993 tentang Prasarana dan lalu Lintas Jalan.Ternyata urutan prioritas yang harus didahulukan adalah Kereta Api, Ambulance dan kendaraan presiden.Tampak bahwa kendaraan presiden pun harus mengalah kepada Ambulance (apalagi KA).Kalau ketentuan tersebut belum ada revisi, seharusnya Motor Gede tidak perlu dikawal apalagi harus mendapat prioritas melebihi Ambulance.Mungkin Bapak Polisi Lupa ?

Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II G No. 10
Srondol,Semarang 50268
--------------------------------

Thursday, February 03, 2005

Bumi dan Manusia

Bumi dan Manusia
Harian “KOMPAS” edisi Jawa Tengah 03 Februari 2005

Ibarat tubuh manusia , bumi yang kita tempati ini sudah tidak asli dan asri lagi. Kalau hutan itu diumpamakan rambutnya bumi dia dicabuti dengan dalih pembangunan hingga illegal logging.Bukit dan lembah memanjang yang diibaratkan lekukan tubuh dan gumpalan otot yang menunjukkan kekekaran dan keindahan dikepras diratakan.Pantai landai,rawa yang seharusnya sebagai area resapan diurug dengan dalih dikembangkan . Analisa mengenai dampak lingkungan(amdal) pun menjadi sekedar naskah sinetron, selalu berakhir happy ending yang sangat sering berbeda dengan realita.Bagaimana dengan isi perut bumi ? Minyak bumi ,batubara,emas , gas alam semua dieksploitasi dengan satu dalih ,demi insvestasi asing.Disedot disana-sini walau tidak dikonsumsi untuk kesejahteraan rakyat. Bumi dianggap tubuh sendiri yang dimanjakan tanpa mau disiplin berkonsumsi.Dengan cara instan karena gaya hidup sehat dianggap kuno,minum obat pencair lemak hingga sedot lemak pasca makan enak.Bumi dengan alamnya telah punya mekanisme sendiri untuk hidup sehat .Sayang mekanisme ini diacak-acak oleh ulah manusia serakah.Manusia serakah tidak bisa diidentikkan dengan profesi,golongan atau cara identifikasi yang berpatokan dengan pola pikir kolonial. Yang namanya serakah bisa penguasa, pengusaha , siapa saja tanpa kecuali.Demikian pula manusia bijak tidak harus hanya pemuka agama, pejabat ataupun tokoh.
Bagaimana rasanya sang bumi yang dioperasi plastik dengan terapi kosmetik untuk tampil cantik sesaat tanpa pertimbangan kelestarian jangka panjang? Barangkali kalau bisa protes,menjerit, menangis, bumi akan lakukan itu.Apalagi malpraktek direstui dan Bumi tidak dapat menuntut.


Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10
Srondol,Semarang 50268
-----------------------------------

Tidak Perlu Seremonial

Tidak Perlu Seremonial
Harian “SUARA MERDEKA” 03 Februari 2005

Apapun latar belakangnya ,kita semua pasti sangat sedih menyaksikan korban bencana gempa di Nabire Papua , dan Aceh. Besarnya antusias dan spontanitas warga lebih karena panggilan dan suara hati untuk membantu penderitaan sesama. Ini tampak dari betapa banyaknya bantuan makanan, pakaian yang terkumpul dalam waktu singkat. Uang terkumpul cepat dalam jumlah sangat besar dari berbagai lapisan masyarakat, terbantu kecanggihan sarana perbankan .Jadi, himbauan,ajakan, presiden maupun pemerintah bukan yang utama .Suatu tindakan tidak semestinya kalau ada yang lebih mengutamakan seremonial,berpikir untuk mengutamakan pamer popularitas.Apalagi kalau berupaya memilah partisipasi masyarakat dan menyalurkan bantuan kemanusiaan tersebut berdasarkan kepentingan sempit. Sementara betapa banyak bantuan makanan, pakaian menumpuk,belum terdistribusi kepihak yang sangat membutuhkan, tidak berupaya untuk segera dipecahkan.Buang-buang waktu!
Belum lagi,kalau ada pihak yang tidak bertanggung jawab mencoba memanfaatkan penderitaan sesama dan situasi emosional kesedihan yang terbentuk dengan show melakukan aksi2 yang dikemas dalam Aksi Kepedulian, Aksi Dermawan,Talk Show,Transfer uang ke no.account yang disebarkan via SMS(Hati2!Saya pikir bukan karena asosial,pelit atau sejenisnya,namun untuk pola ini kita perlu mau sedikit repot dan rewel untuk mencek dulu sebelum transfer.Kalau mau transfer lebih baik ke no.Account yang telah diumumkan oleh media untuk mengumpulkan sumbangan.
Mari kita buang segala atribut untuk membantu saudara kita di Aceh dan Nabire yang saat ini sangat membutuhkan bantuan segera dengan mengutamakan ketulusan dan keikhlasan.Sehingga kita semua menjadi dermawan sesuai filosofi tangan kanan memberi, tangan kiri tidak perlu tahu. Yang penting dalam kedukaan ini tidak ada satupun atribut yang berhak mengklaim sebagai pihak yang paling berduka,yang paling pilu ataupun sebagai pihak yang paling peduli.Ini adalah bencana kemanusiaan.Yang Utama pendistribusian bantuan secara Cepat dan Tepat sasaran.Tanpa pemahaman seperti diatas ditambah adanya kerusakan hebat infrastruktur,dikhawatirkan bantuan akan semakin tersendat.

Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II G No. 10
Srondol,Semarang 50268

-------------------------