Wednesday, September 21, 2005

Yang Terlupakan

Harian “KOMPAS” edisi Jawa Tengah , 21 September 2005

Masa kanak–kanak masa yang sangat indah.Bukan karena harta berlimpah, tetapi karena kebiasaan yang ditanamkan orangtua ternyata bagian dari pendidikan yang berguna sepanjang hayat.
Hari minggu atau liburan ,ada tugas cabut rumput, isi bak mandi,menyapu, bersihkan sampah, rawat tanaman yang di sekolah diajarkan sebagai apotik hidup. Setelah itu, karena punya warung, wajib jaga dan layani pembeli.
Hari sekolah, bangun pagi dan bereskan tempat tidur. Kalau bangun kesiangan,ada hukuman dari ibu,yaitu saat kami disekolah ,kasur tipis-bantal-guling-selimut digulung dan dimasukkan kolong tempat tidur yang harus diberesi sendiri sore harinya. Di sekolah masih harus siap di setrap*) karena terlambat.Itu semua tugas rutin selain makan bersama malam hari, sekalipun keluarga kami ada pembantu. Orangtua selalu tanamkan, fungsi pembantu untuk membantu karena kami ada kewajiban belajar.
Kegiatan itu jadi bekal hidup yang bermanfaat.Selain berguna untuk refreshing,relaksasi, melepas rutinitas, olahraga ringan sehat dan murah meriah.Ide cerdas bisa hinggap.
Kini disegala lapisan, sering dijumpai orangtua yang begitu sayang sehingga overprotective dan overservice pada anak. Tak sadar sang anak dininabobokan, jadi balita sepanjang masa. Padahal ada masa dituntut bisa strugle dan survival. Kira-kira apa jadinya bila selalu dicekoki sejak dini SerbaBeres,SerbaTersedia dan SerbaGampang ?Mungkin ini yang akibatkan banyak anak surplus energi.Tak biasa dilibatkan kegiatan rutin di rumah sejak dini.Waktu luang hanya nonton TV.Terlatih tidak tanggap,pasif,dan kelebihan energi disalurkan untuk hal mubazir.
*) (berasal dari bahasa belanda Straf(fen)=hukum)


Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,
Semarang 50268
Warga Epistoholik Indonesia


Monday, September 19, 2005

Lupakan Masa Lalu

Harian “SUARA MERDEKA” ,tanggal 19 September 2005

“Lupakan Masa Lalu . Kita songsong masa depan yang lebih cerah”
Kalimat ini terdengar bijaksana. Diucapkan saat mengakhiri tragedi,konflik dengan suatu kompromi. Tidak jarang dipakai sebagai dalih yang penuh semangat popularitas dan monopoli wacana untuk “membungkam” pihakkorban yang menuntut keadilan.Kecuali peristiwa (film) G.30.S/PKI versi rezim terdahulu,harus selalu diingat. Peristiwa G.30.S sendiri dengan korban jutaan rakyat,konon banyak yang tidak tahu apa-apa seperti kisah Srintil ronggeng Dukuh Paruk yang diperlakukan sesuka hati para “penguasa” seperti Darman si danramil Dawuan.
Untuk tragedy yang lain,bangsa ini harus lupa. Peristiwa Tanjung priok,Kasus 27 Juli 1996,Orang hilang, merupakan Aneka Tragedy yang memalukan.Belum lagi kerusuhan Ambon hingga Poso. Penuntasan hanya sebatas menghukum kompi brimob , tim mawar kopasus atau memecat tidak hormat Perwira Tinggi. Polycarpus disidang sebagai tersangka pembunuh Munir, mungkin segera dihukum berat.Semua berdasar versi dan pesan sponsor yang dipersepsikan ke publik sebagai bentuk pertanggung jawaban.Keingintahuan publik tentang kejadian sesungguhnya disandera dengan kata2 “Lupakan…”.
Menurut versi yang ada, sudah tuntas. Namun nurani bangsa ini sulit memahami apalagi melupakan. Timbul pertanyaan, haruskan rahasia negara jadi bunker untuk pelaku perbuatan yang mengusik rasa keadilan khalayak, sembunyi secara tentram dan nyaman?
Kata bijak menjadi terasa semakin bijak bila diucapkan orang yang pernah alami ketidakadilan, dihukum bertahun-tahun sampai akhirnya bebas.Berhasil dipilih rakyatnya.Kata-katanya terasa jauh lebih dalam maknanya dan sangat menyentuh.
Hanya kebenaranlah yang bisa hapus masa lalu (Nelson Mandela)


Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,
Semarang 50268
-------------------------------------