Monday, August 28, 2006

Warga EI,Pelampung Sekaligus Nakhoda

Harian “SUARA MERDEKA” tanggal 28 Agustus 2006

Beberapa waktu lalu saya menonton film yang didalamnya ada adegan penyelamatan kapal tenggelam.Dengan memasang pelampung secara cermat dan akurat,akhirnya kapal bisa kembali mengapung.Film tersebut mendadak terbayang saat mendapat jawaban via SMS dari Bpk Daryoso.
Dua kali tidak dapat hadir di acara pertemuan penulis Surat Pembaca.Saya menghubungi beliau dan mengungkapkan keinginan saya untuk se-waktu2 mampir.Beliau senang dan meminta partisipasi saya untuk menjaga agar “kapal Nusantara ini tidak tenggelam”,begitu isi jawaban di sms.
Ditengah banyak pilar demokrasi,komponen pers adalah pilar ke 4.Saya tidak tahu akan ada berapa banyak pilar nantinya,tapi Warga EI(Epistoholik Indonesia) sebaiknya tidak perlu bersaing menjadi pilar berikutnya.
Akan lebih tepat bila keterlibatan Warga Epistoholoik Indonesia menjadi pelampung disaat kapal oleng terhantam badai (krisis multidimensi) .
Asal akurat dan bertanggung jawab,walau hanya pelampung,pasti akan fungsional dan effektif untuk mencegah kapal tenggelam.Warga EI juga harus bisa berperan sebagai nakhoda.Badai pasti berlalu.Perannya sebagai pelampung dan nakhoda mutlak diperlukan agar kapal nusantara dapat dikontrol.
Tidak lagi disalah gunakan untuk kapal pesiar pribadi ,apalagi dipakai sebagai kapal komersial untuk perkaya diri.Tidak juga berlayar abaikan navigasi sehingga bisa karam karena membentur gunung es korupsi.Dengan demikian kapal nusantara dapat terus berlayar untuk mencapai tujuan dan ujudkan cita-cita rakyat berdaulat.
Sebagai Warga Epistoholik Indonesia saya bermimpi agar virus menulis Surat Pembaca dapat segera menjadi epidemi bahkan kalau perlu pandemi.Apalagi kalau virus ini menjangkiti usia dini.Ricko Septian Wijaya-SMA Loyola,Andrei Febrian-SMA Negri I Semarang,Dian Kumalasari SDN I Kajen Pati,Martinus Joko Lelono-SMA Seminari Mertoyudan Magelang sudah “go public”.Yang pasti, Kapal Nusantara Bukan dan Tidak Boleh menjadi Titanic.

Purnomo Iman Santoso-EI
Villa Aster II Blok G No.10
Srondol,Semarang.50268

Sunday, August 27, 2006

Teknologi Canggih = Boros ?


Harian “SUARA MERDEKA ”, tanggal 27 Agustus 2006

Thn 1970 an di desa saya,sarana telphon hanya ada dikantor polisi,koramil,kawedanan.Karena alatnya onthelan untuk mengoperasikan,maka disebut telphone onthel.Yang lebihmodern, begitu diangkat otomatis menghubungkan dengan operator untuk minta disambungkan ke nomor yang dituju.
Sekitar tahun 1985 masyarakat mulai dikenalkan dengan telphone otomatis.Untuk berkomunikas tinggal pencet nomor yang dinginkan. Memasuki th 1990 disamping telphone statis –yang dipasang dirumah,ada pager,pesawat kecil untuk menerima pesan singkat. Melalui operator bisa minta untuk disampaikan pesan ke nomor pager yang dituju.
Mungkin ini embrio Short Message Service(SMS).Pengguna pager biasanya orang dengan mobilitas tinggi.Dimasa ini pula muncul mobile phone atau yang dikenal dengan handphone.Kemunculnya membuat pager terpuruk, dengan cepat menjadi barang kadaluwarsa.HP sangat populer karena praktis.Operatornya bukan manusia lagi namun sistem.HP masa itu menggunakan operator yang disebut AMPS(Advance Modul Phone System).Masa kejayaanya segera berakhir setelah hadirnya GSM(Global System for Mobile),sekitar thn 1996,sebagai operator baru dijagad informasi Indonesia.
Handset AMPS pun mengalami nasib sama dengan pager,menjadi besi tua.Konon pengguna HP dengan operator GSM, sudah 40 juta unit berkembang pesat,sejalan dengan aneka model menarik, feature yang semakin multifungsi.
Memasuki thn 2005 masyarakat mulai dikenalkan dengan operator baru CDMA(Code Division Multiple Access).Era status quo GSM mulai digoyang dengan produk informasi yang jauh lebih murah.Namun konsumen harus memakai HP khusus. Melihat kronologi diatas tampak bahwa pesatnya perkembangan teknologi,hanya pada pesawat telphone otomat,walau teknologi telah >20 th.
Tidak bisa dibayangkan bila terjadi dengan alasan kemajuan teknologi,operator CDMA naik daun ganti monopoli.Hanya dalam waktu kurang 10 thn,HP yang diset dengan operator GSM bisa jadi barang rongsok.Berapa pemborosan devisa negara.Belum lagi masyarakat harus keluarkan uang ekstra untuk ganti pesawat.Semoga ini sudah diantisipasi UU No.8 Thn 1999 tentang Perlindungan Konsumen.Kemajuan teknologi tidak menjadikan konsumen bulan2-an produsen.Akan lebih baik bila kehadiran banyak operator bersaing memberikan yang terbaik bagi konsumen.Canggih seharusnya makin efficien bukan malah boros.

(Purnomo Iman Santoso-EI)
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,
Semarang 50268



ASLINYA:

Kepada yth,
Redaksi Harian “SUARA MERDEKA ”
Jl. Raya Kaligawe KM 5
S E M A R A N G .50118

Canggih ≠ Boros
Thn 1970 an di desa saya,sarana telphon hanya ada dikantor pemerintah seperti kantor polisi,koramil,kawedanan.Karena ada alat berbentuk onthelan yang digunakan petugas untuk mengoperasikan pesawat tersebut,maka disebut telphone onthel.Yang lebih”modern”, begitu diangkat secara “otomatis”menghubungkan dengan petugas operator di kantor telphon untuk kemudian minta disambungkan ke nomor yang dituju.
Sekitar tahun 1985 masyarakat mulai dikenalkan dengan telphone otomatis.Untuk berkomunikas tinggal pencet nomor yang dinginkan. Memasuki th 1990 disamping telphone statis –yang dipasang dirumah,ada pager,pesawat kecil untuk menerima pesan singkat. Melalui operator bisa minta untuk disampaikan pesan ke nomor pager yang dituju. Mungkin ini embrio Short Message Service.Pengguna pager biasanya orang dengan mobilitas tinggi.Dimasa ini pula muncul mobile phone atau yang dikenal dengan nama handphone.Munculnya HP membuat pager terpuruk, dengan cepat menjadi barang kadaluwarsa.HP sangat populer karena sangat praktis dilapangan.Operator disini sudah bukan manusia namun sistem.HP masa itu menggunakan operator yang disebut AMPS(Advance Modul Phone System).Masa berjayanya operator AMPS segera berakhir dengan hadirnya GSM(Global System for Mobile),sekitar thn 1996,sebagai operator baru dijagad raya informasi Indonesia.Handset AMPS pun segera mengalami nasib sama dengan pager,menjadi besi tua.Konon pengguna HP dengan operator GSM, sudah 40 juta unit.Jumlah berkembang pesat,sejalan dengan aneka model menarik, feature yang semakin multifungsi, menggoda konsumen untuk memiliki HP lebih dari satu.
Memasuki thn 2005 masyarakat mulai dikenalkan dengan operator baru CDMA(Code Division Multiple Access).Era status quo GSM mulai digoyang dengan produk informasi yang jauh lebih murah di awal promosinya.Namun konsumen harus memakai HP yang khusus untuk operator CDMA. Melihat kronologi diatas tampak bahwa pesatnya perkembangan teknologi,hanya pesawat telphone otomat,walau teknologi telah >20 th, yang relatif masih berumur panjang.Karena hingga kini masih relatif layak pakai. Tidak bisa dibayangkan apa jadinya bila dengan alasan kemajuan teknologi,operator CDMA naik daun ganti monopoli.Hanya dalam waktu < 10 thn,HP yang diset dengan operator GSM bisa jadi barang rongsok.Berapa pemborosan devisa negara.Belum lagi masyarakat harus keluarkan uang ekstra untuk ganti pesawat HP.Mudah2an ini sudah diantisipasi UU No.8 Thn 1999 tentang Perlindungan Konsumen.Agar kemajuan teknologi tidak menjadikan konsumen/user HP,bulan2-an produsen.Akan lebih baik bila kehadiran banyak operator bersaing memberikan yang terbaik bagi konsumen.Canggih seharusnya semakin efficien bukan malah boros.

Semarang ,29-7-2006

(Purnomo Iman Santoso-EI)
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,
Semarang 50268

Friday, August 25, 2006

Kembali ke Idealisme

Harian “KOMPAS” edisi Jawa Tengah,tanggal 25 Agustus 2006

“Jangan terlalu idealis”, “kok idealis banget sih” demikian komentar miring untuk sikap yang dinilai lurus,jujur ataupun positif.Setelah berhasil memupus idealisme,giliran lahir perilaku sok idealis lengkap dengan jurus populis.Segeralah jadi idola, dipuja bak pahlawan baru.
Idealisme tumbuh subur dan menjadi cita-cita para tokoh,pejuang kemerdekaan.Ironisnya setelah merdeka para tokoh yang mengaku mengisi kemerdekaan merespons idealisme sebagai hal yang dianggap melawan arus.Muncullah arus baru yang lebih popular walau semakin menjauh dari cita-cita ideal pendiri Negara.
Idealisme sifatnya menganut ide-ide yang ideal,tentunya sarat dengan pemikiran-pemikiran yang bagus.Semestinya harus ditumbuh suburkan. Dalam perjalanannya kita harus ujudkan atau minimal,kalaupun belum bisa 100%,harus sedekat mungkin dengan idealisme para pendirinya.
Yang membedakan organisasi maupun bahkan Negara yang maju dan yang terpuruk adalah pada upaya komponennya untuk mewujudkan idealisme.Semakin dekat dengan idealisme semakin kokoh suatu organisasi,sebaliknya semakin keropos bila menjauhinya.Kenapa demikian ? Idealisme merupakan kompas.Mengabaikannya akan membuat suatu organisasi kehilangan kepekaan terhadap arah atau sense of direction.Ini akan segera diikuti dengan kehilangan sense yang lain seperti sense of crisis ,sense of belonging.Kalau sudah begini krisis multdimensipun menyambangi dan enggan pergi.Sekarang saatnya menghargai dan kembali ke idealisme .Berkaryalah untuk ujudkan idealisme.Bila ini disadari ,Negara Indonesia yang Jaya dan Rakyat Adil,Makmur dan Sejahtera akan terwujud dengan segera.Jangan anggap tabu idealisme.


Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,
Semarang 50268
Warga Epistoholik Indonesia

Friday, August 11, 2006

Berbanding Terbalik

Harian Kompas edisi Jawa Tengah, 11 Agustus 2006

Dalam setiap kesempatan pengembangan kawasan,apalagi bila diarea tersebut akan dibangun atau ada peningkatan kelas jalan,issue yang diangkat adalah yang berkaitan dengan adanya peningkatan kesejahteraan.Disebutkan bahwa peningkatan ataupun pembangunan jalan sebagai ujud keberpihakan pemerintah kepada rakyat.Tidak jarang issue ini jadi issue favorit calon pejabat yang berkampanye.Kenyataan dilapangan bisa beda.Peningkatan jalan sering tidak otomatis dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat.Yang terjadi malah berbanding terbalik,jalan semakin bagus,pemilik tanah bisa menjadi miskin.
Kita lihat facta ini.Pembangunan hingga peningkatan jalan atau lahan selalu diikuti dengan kenaikan Pajak Bumi Bangunan(PBB).Didaerah pertanian akan dengan sangat mudah kita lihat bahwa kesejahteraan hanya jadi issue.Sementara nilai hasil pertanian justru merosot.Akhirnya peningkatan jalan malah mencekik petani.
Akibat yang mencolok kita jumpai,lahan pertanian dengan cepat berubah menjadi real estate,SPBU hingga ruko.Tanah pertanian dengan cepat beralih kepara pemodal.Ada dari mereka pemodal tulen,namun ada juga pemodal dari kalangan birokrasi.Yaitu orang2 birokrasi yang sudah tahu tata ruang kemudian ikut ,walau secara tidak langsung,dalam usaha yang dikemas dengan sebutan Developer atau Pengembang.
Semakin terjepitnya petani berdampak langsung kepara pedagang.Thn 1970 an saya masih ingat,keberhasilan musim panen bukan hanya dambaan para petani.Para pedagang selalu berharap hal yang sama.Ekonomi selalu bergairah pasca panen.
Kini kondisi para petani dan pedagang terjepit,dari nilai hasil panen yang rendah dan aneka problem petani yang tak pernah tuntas,ditambah PBB yang naik setiap saat.Kondisi ini berimbas langsung pada sepinya perdagangan karena merosotnya daya beli dan lesunya perekonomian.

Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G No.10
Srondol,Semarang.50268
Warga Epistoholik Indonesia