Thursday, June 18, 2015

Pemain,Contohlah Heroisme Hastomo Arbi dkk pada 1984

Harian Suara Merdeka tanggal 18 Juni 2015 


Jumat malam, 18 Mei 1984. Acara teve menyiarkan final Thomas Cup antara tim Indonesia melawan Tiongkok di Stadium Negara Kuala Lumpur.
Tim Indonesia antara lain Liem Swie King, Icuk Sugiarto, Hastomo Arbi, Hadibowo, Christian Hadinata, dan Kartono. Pertandingan sangat ketat. Tunggal pertama Liem Swie King kalah dari Luan Jin. Tunggal kedua Icuk juga kalah dari Yang Yang. Ganda Christian / Hadibowo dengan permainan cepat dan gigih berhasil mengalahkan ganda Tiongkok, skor 2-1 untuk Tiongkok. Racikan strategi tim Tiongkok membuat situasi kurang menguntungkan pihak Indonesia, apalagi dengan kekalahan King.
Tiba giliran tunggal ketiga antara Hastomo Arbi melawan Han Jian. Perkiraan waktu itu Hastomo akan kalah mudah karena Han Jian saat itu sebetulnya lebih dikenal sebagai pemain peringkat pertama Tiongkok, sedangkan Luan Jin pemain peringkat ketiga.
Masuk ke lapangan, hebatnya tak ada tersirat kalah sebelum bertanding.Wajah innocent Hastomo sangat rileks dan tanpa beban. Pertandingan Hastomo melawan Han Jian di luar dugaan. Meski hanya nonton di teve, ketegangan terasa mencekam saat perebutan poin demi poin. Tak heran kami harus sering buang air kecil, bergiliran ke kamar mandi.
Pertandingan itu berlangsung sangat alot dan pemain benar-benar beradu mental pantang menyerah dan keuletan luar biasa. Pertandingan rubber set , akhirnya Hastomo menjungkir balikkan perkiraan banyak pihak, memenangi pertandingan panjang yang sangat menegangkan itu.Terasa sangat heroik. Kedudukan 2-2. Pada partai penentuan, ganda King / Kartono bermain kesetanan. King yang sepertinya ingin menebus kekalahannya saat di tunggal pertama, akhirnya menang. Skor pun berakhir 3-2. Indonesia berhasil merebut Piala Thomas.
Indonesia Open baru saja berlalu. Mungkin secara teknik dan fisik pemain-pemain sekarang tak jauh berbeda.Tapi, mental pantang menyerah dan ulet yang dimiliki Hastomo Arbi dkk begitu teguhnya.
Sampai-sampai aura dari energi pantang menyerah memancar jernih lewat layar kaca, menghipnotis pemirsa yang menonton di luar arena. Aura kuat ketangguhan bahkan juga dirasakan masyarakat yang tak sempat nonton teve, hanya bisa membaca di surat kabar, dan terus terduplikasi saat perbincangan dari mulut ke mulut. Semangat pantang menyerah yang militan dan heroik ini yang harus terus ditumbuh kembangkan. Indonesia pernah memiliki itu semua.
Purnomo Iman Santoso-EI Villa Aster II Blok G No 10 Srondol, Semarang 50268