Thursday, March 21, 2013

DB Pembunuh Berdarah Dingin

Harian Suara Merdeka tanggal 21 Maret 2013 Sebulan lalu, petang hari sekitar jam 19.00, saya mendapat kabar anak terkena Demam Berdarah (DB). Trombositnya turun cepat dari posisi 138 di siang hari, menjadi 83 pada petang hari. Karena tak mau rawat inap, dokter menyarankan agar dimonitor ketat. Begitu panas badan cenderung tinggi dan mimisan, malam itu juga harus segera rawat inap.Yang membuat khawatir, posisi anak saya jauh di luar kota (Madiun). Oleh seorang teman disarankan, disamping obat dokter, diberi sejenis suplemen untuk meningkatkan trombosit. Saat itu juga saya segera mencari suplemen yang dimaksud dan baru bisa diperoleh esok hari, karena sudah tutup. Jadi, baru bisa dikirim lewat paket travel yang berangkat siang dan baru bisa sampai tengah malam esok hari atau diantar Iusanya. Waduh...., kok lama. Segera terbayang peristiwa seorang psikolog terkenal yang kehilangan putrinya karena demam berdarah, yang ditayangkan salah satu TV swasta beberapa waktu Ialu. Rasa gugup menyergap. Menenangkan diri sejenak dan harus bergerak cepat, berpacu waktu. Setelah menghubungi banyak teman, dengan bantuan saudara dan sahabat di kota Madiun, akhirnya berhasil mendapatkan suplemen tersebut. Jam 21.00 suplemen yang disarankan diantar oleh sahabat ke alamat anak saya. Selanjutnya diminum saat itu juga. Singkat cerita, trombosit akhirnya meningkat cepat, dan anak saya segera pulih. Sehat walafiat kembali. DB memang butuh penanganan cepat dan tepat. Belum lagi, sering tak selalu menunjukkan gejala yang lazim diketahui awam. Dokter bilang, tak selalu ada bintik merah. Banyak juga yang kondisi segar bugar, ternyata saat diperiksa trombosit sudah drop drastis. Tahun 2007-2008 saat menjadi komite sekolah, saya pernah usul ke pihak sekolah agar ada kegiatan siswa membersihkan bak-bak kamar mandi/WC. Usulan tidak mendapat respon. Mungkin para guru merasa tak nyaman, khawatir ada komplain dari orang tua murid. Padahal, sebagai komite sekolah, sebenarnya mewakili pihak orang tua murid juga. Yang terpikirkan waktu itu adalah, dengan kegiatan tersebut menanamkan kesadaran kepada siswa untuk memahami sejak dini bahwa kebersihan adalah sejak dari kamar mandi/WC, bukan sekedar kalau mau makan cuci tangan, mau tidur cuci kaki dan gosok gigi. Bak-bak kamar mandi sekolah sering luput dari perhatian untuk dikuras. Seolah nyamuk mendapatkan tempat nyaman bagai kamar persalinan "kelas utama". Bertelur ramai-ramai, kemudian menetas menjadi jentik nyamuk dan berkembang. Setelah itu terbang menggigit siswa, guru yang sedang belajar mengajar di kelas atau siapa pun tanpa kecuali. Siswa/guru/ dan lingkungan berpotensi terjangkit penyakit lewat nyamuk sebagai medium penyebarnya tanpa tebang pilih maupun "pilih-pilih tebu". Jadi, membersihkan secara rutin bak kamar mandi di sekolah, bahkan di kampus-kampus (termasuk kantor-kantor) yang masih menggunakan bak untuk menampung air, adalah hal yang sangat penting. Membersihkan kamar mandi jangan hanya dijadikan sarana menghukum murid yang tak disiplin. Tapi sebaiknya dijadikan kegiatan dengan pesan baru, yaitu bagian dari edukasi menjaga kebersihan, juga kesehatan bersama. Yang tak kalah penting adalah cegah nyamuk DB berkembang biak dan menyerang anak-anak kita yang sedang belajar di sekolah. Hati-hati, dalam beberapa kejadian sempat terdengar DB juga mendapat julukan seram. Yaitu sebagai ''pembunuh berdarah dingin''. Purnomo Iman Santoso-EI Villa Aster II Blok G No 10 Srondol, Semarang 50268